Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Hukum Konstitusi Universitas Pakuan Bogor Prof. Andi Asrun mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pilkada diulang paling lama satu tahun setelah kotak kosong menang memberi kepastian hukum bagi masyarakat dan KPU sebagai penyelenggara.

“Memberikan batas waktu satu tahun untuk pemilihan ulang sebagai bagian atas kemenangan kotak kosong adalah untuk kepastian hukum bagi pemohon uji materi dan penyelenggara pemilihan, terutama KPU,” kata Andi saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Dijelaskan Andi, putusan MK tersebut menghilangkan ketidakjelasan tafsir mengenai pilkada ulang jika kotak kosong menang. Putusan MK ini, kata dia, agar pengalaman pilkada ulang yang terlalu lama pada tahun-tahun sebelumnya tidak terulang kembali.

Selain itu, Andi juga menilai putusan tersebut menunjukkan bahwa MK menjalankan tugasnya sebagai penjaga hak konstitusi warga negara atau the guardian of constitution.

“Putusan MK dalam sisi teori hukum merupakan penafsiran dari norma undang-undang yang multitafsir atau norma yang merugikan seorang warga negara, sehingga harus diberi tafsir baru atas permasalahan hukum dari warga negara tersebut agar tidak berlanjut kerugian konstitusional bagi yang bersangkutan,” tuturnya.

Sebelumnya, MK memutuskan bahwa pilkada diulang paling lama satu tahun setelah kotak kosong pada pilkada calon tunggal tunggal dinyatakan menang. Artinya, jika kotak kosong pada Pilkada 2024 menang, pemilihan ulang digelar maksimal satu tahun sejak pemungutan suara atau tepatnya pada 27 November 2025.

Ketentuan tersebut merupakan pemaknaan baru MK terhadap Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada). MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Nomor 126/PUU-XXII/2024.

Selain itu, MK juga menyatakan kepala dan wakil kepala daerah yang terpilih berdasarkan hasil pemilihan ulang dimaksud memegang masa jabatan sampai dilantiknya kepala dan wakil daerah hasil pilkada serentak berikutnya, sepanjang tidak melebihi masa waktu lima tahun sejak pelantikan.

Meskipun demikian, Mahkamah berpesan, seharusnya KPU selaku penyelenggara pilkada berupaya melaksanakan pemilihan berikutnya tersebut dalam waktu secepat mungkin.

“Hal demikian dimaksudkan agar kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih dari hasil pemilihan berikutnya tidak banyak kehilangan haknya untuk menjabat dalam periode masa jabatan sejak pelantikan,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan pertimbangan MK dalam sidang pengucapan putusan di Jakarta, Kamis (14/11).

Baca juga: Komisi II: Putusan MK soal ASN tak netral demi pilkada "luber-jurdil"

Baca juga: Komisi II akan bahas putusan MK pilkada ulang 2025 dengan KPU-Bawaslu

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024