Basem Naim, seorang dokter Palestina, politikus, dan pemimpin di biro politik Hamas, mengatakan bahwa kesepakatan terakhir yang “didefinisikan dengan jelas” adalah pada 2 Juli.
“Itu telah dibahas dengan terperinci, dan menurut saya, kami hampir mencapai kesepakatan gencatan senjata... yang dapat mengakhiri perang ini, menawarkan gencatan senjata permanen, penarikan total, dan pertukaran tahanan,” katanya.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam wawancara dengan Sky News yang disiarkan pada Kamis (14/11).
Naim mengatakan “sayangnya, Perdana Menteri Israel (Benjamin) Netanyahu memilih untuk menempuh jalur lain". Ia juga menyebutkan bahwa Israel “melakukan setidaknya dua hingga tiga pembantaian besar” di Khan Younis dan Gaza City setelah itu.
Menyangkut pembunuhan kepala biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, pada Juli, ia mencatat bahwa setelah itu pihaknya tidak lagi menerima "proposal apa pun yang serius."
Ia menekankan bahwa Hamas bersikap positif pada proposal gencatan senjata yang diumumkan oleh Presiden AS Joe Biden pada 2 Juli.
Ketika ditanya apakah serangan lintas perbatasan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel merupakan “bencana besar” bagi rakyat Palestina, Naim menjawab bahwa rakyat Palestina telah menderita akibat pendudukan Israel selama 76 tahun.
“Antara 2002-2023, 20.000 warga Palestina terbunuh. Warga Gaza telah tercekik akibat blokade selama lebih dari 17 tahun,” ujar Naim.
Ia juga menyoroti pernyataan kontroversial Israel, yang secara terbuka menyatakan rencana “untuk mencaplok Tepi Barat, menjadikan Yerusalem sebagai wilayah Yahudi, dan mengusir rakyat Palestina.”
Sambil mendefinisikan serangan Hamas pada 7 Oktober sebagai “tindakan pembelaan diri,” Naim mengatakan apa yang dihadapi rakyat Palestina setiap hari adalah penolakan Israel terhadap hak mereka untuk hidup.
Ketika ditanya apakah tindakan Hamas memicu eskalasi, ia menjawab, “Ini sama saja dengan menuduh korban atas kejahatan yang dilakukan oleh agresor.”
Mengenai sandera Israel, Naim mengatakan Hamas telah “menyatakan dengan jelas dan terbuka” bahwa pihaknya siap membebaskan para sandera tersebut.
Namun, ia mengingatkan bahwa ada puluhan ribu warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.
“Kami siap membebaskan semua warga Israel yang ditahan jika mereka bersedia membebaskan anak-anak, perempuan, dan ribuan anak di bawah umur yang tidak bersalah yang masih berada di penjara-penjara Israel.”
“Kami siap segera untuk mewujudkan gencatan senjata guna mengakhiri perang ini dan untuk pertukaran tahanan secara serius demi pembebasan saudara-saudari kami.”
Ketika ditanya pesan apa yang ingin disampaikan Hamas kepada Presiden AS terpilih Donald Trump, Naim mengatakan, “Kami adalah orang-orang yang mencari masa depan yang lebih baik. Kami ingin memastikan masa depan yang bermartabat dan sejahtera bagi anak-anak kami.”
“Oleh karena itu, kami menyerukan kepada setiap presiden, termasuk Donald Trump dan pemerintahannya, untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna menghentikan agresi ini, menghentikan perang ini segera. Kami siap untuk kesepakatan gencatan senjata.”
Israel terus melancarkan serangan mematikan ke Gaza sejak serbuan lintas perbatasan oleh Hamas pada 7 Oktober tahun lalu.
Gempuran Israel telah menewaskan lebih dari 43.700 orang dan hampir membuat wilayah tersebut tidak layak huni.
Israel memperkirakan bahwa lebih dari 100 sandera masih ditahan oleh faksi-faksi Palestina di Gaza sejak serangan 7 Oktober.
Serangan Israel telah membuat hampir seluruh populasi wilayah tersebut mengungsi di tengah blokade yang terus berlanjut, yang menyebabkan kekurangan parah akan makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Di Mahkamah Internasional, Israel menghadapi kasus genosida atas perang mematikan yang dilancarkannya di Gaza.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Hamas kutuk UU pemenjaraan anak-anak oleh Israel
Baca juga: Hamas lakukan pembicaraan dengan Fatah soal pengelolaan Gaza
Netanyahu sebut gencatan senjata takkan terjadi sampai Hamas hancur
Penerjemah: Primayanti
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2024