Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, disebutkan bahwa fasilitas modern tersebut berlokasi di Karawang, Jawa Barat. Tempat ini menjadi landasan bagi produksi lokal Produk Obat Derivat Plasma (Plasma Derived Medicinal Products/PODP), dengan kapasitas pengolahan 600 ribu liter plasma per tahun.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin hadir menyaksikan penandatanganan perjanjian investasi tersebut. Dalam pernyataannya, dia menekankan pentingnya ketahanan kesehatan melalui produksi obat-obatan esensial di dalam negeri.
“Melalui kemitraan dengan SK Plasma ini, kita tidak hanya membangun kapasitas untuk memproduksi obat-obatan berbasis plasma di dalam negeri, tetapi juga memperkuat ketahanan sistem kesehatan kita dalam menghadapi krisis kesehatan di masa depan," kata Budi.
Baca juga: Ketua PMI: Industri fraksionasi plasma bakal rampung 2 tahun mendatang
Baca juga: Wapres dorong pengembangan program fraksionasi plasma lokal
Dia menilai bahwa kolaborasi ini mencerminkan komitmen untuk memanfaatkan sumber daya dalam negeri dan memastikan agar masyarakat memiliki akses yang cepat terhadap pengobatan yang terjangkau serta berkualitas tinggi.
Adapun fasilitas itu sudah dalam tahap konstruksi, dan ditargetkan untuk mulai beroperasi pada akhir 2026. Diproyeksikan menjadi fasilitas terbesar di kelasnya di Asia Tenggara, pabrik fraksionasi plasma ini bertujuan untuk secara signifikan mengurangi ketergantungan Indonesia sebesar 100 persen terhadap PODP impor saat ini, sejalan dengan agenda ketahanan kesehatan nasional pemerintah.
Proyek ini juga menawarkan berbagai manfaat strategis, antara lain konversi hingga 200 ribu liter plasma darah Indonesia setiap tahun, yang sebelumnya dibuang, menjadi obat-obatan berkualitas tinggi yang dapat menyelamatkan nyawa.
Selain itu, katanya, pasokan obat-obatan penting yang lebih terjangkau dan stabil melalui produksi dalam negeri; serta peningkatan kesadaran publik tentang produk PMDP dan manfaatnya.
Dia mengutip data dari Marketing Research Bureau, yang menunjukkan bahwa penggunaan PODP per kapita di Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangga, terutama untuk Albumin, protein penting yang berperan dalam mengatur volume darah dan digunakan dalam pengobatan penyakit hati serta prosedur darurat atau pembedahan.
Penggunaan Albumin di Indonesia, katanya, sekitar 35mg per kapita, dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai >100mg per kapita dan Korea Selatan yang mencapai >500mg per kapita.
Ketua Dewan Direktur INA Ridha Wirakusumah menyebutkan bahwa proyek ini memiliki nilai strategis bagi kesehatan dan perekonomian nasional. Dia berharap proyek itu dapat mewadahi transfer teknologi dan berbagi pengetahuan bagi tenaga kesehatan Indonesia, serta berkontribusi pada pembangunan kapabilitas nasional untuk Indonesia yang lebih sehat.
"Kami bangga dapat bermitra dengan SK Group dalam proyek strategis ini dan mengucapkan terima kasih atas dukungan berkelanjutan dari seluruh pemangku kepentingan terkait, terutama Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Palang Merah Indonesia (PMI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta kementerian Investasi dan Hilirisasi Republik Indonesia (BKPM),” kata Ina.
Presiden SK Plasma Seungjoo Kim mengatakan penandatanganan perjanjian investasi dengan INA merupakan pencapaian dari kerja sama berkelanjutan antara Korea dan Indonesia di sektor kesehatan.
"Melalui kemampuan manufaktur PODP, kami akan bekerja sama secara erat dengan negara-negara yang perlu melakukan produksi lokal obat-obatan esensial, untuk berkontribusi dalam meningkatkan infrastruktur kesehatan di seluruh dunia,” kata Seungjoo Kim.*
Baca juga: PT Triman resmikan fasilitas plasma fraksionasi di Jababeka
Baca juga: Kemenkes-INA gandeng Korsel jalankan proyek fraksionasi plasma RI
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024