Petani sawit Indonesia memiliki komitmen keberlanjutan sesuai dengan standar pasar global.

Jakarta (ANTARA) - Petani sawit swadaya kecil Indonesia meraih sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di Bangkok, Thailand atas komitmennya dalam memproduksi minyak sawit berkelanjutan sesuai dengan standar pasar global tersebut.

Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sabarudin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa petani sawit Indonesia memiliki komitmen keberlanjutan sesuai dengan standar pasar global.

Ia menyampaikan petani-petani sawit swadaya telah menerapkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), standar sawit berkelanjutan sesuai peraturan Indonesia dan bahkan juga sertifikasi RSPO standar sertifikasi sawit berkelanjutan di level global.

"Penyerahan sertifikasi RSPO ini dilakukan dilakukan dan kami terima di Bangkok, Thailand pada Minggu (10/11)," kata Sabarudin.

Petani sawit yang menerima sertifikasi RSPO itu di bawah asosiasi serikat petani kelapa sawit (SPKS), dengan sekitar 600 petani tergabung dalam tiga koperasi, yaitu Koperasi Produsen Karya Desa Mandiri dari Kabupaten Labuhanbatu Utara (Sumatera Utara), Koperasi Makmur Barokah Belutu Kabupaten Siak (Riau), dan Koperasi Produsen Usaha Bersama Tunas Merapi Manunggal Kabupaten Rokan Hulu (Riau).

Sampai saat ini telah ada 12 koperasi yang menerapkan sertifikasi ISPO dan RSPO dengan total jumlah petani 2.300 petani, dengan luas lahan sekitar 3.500 hektare.

"Ini menunjukkan bahwa petani sawit memiliki komitmen kuat memproduksi sawit berkelanjutan sesuai dengan yang diinginkan atau dituntut oleh pasar global," kata Sabarudin.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa jangan lagi ada anggapan petani sawit tidak bisa memproduksi sawit berkelanjutan sesuai dengan permintaan global.

"Bahwa tidak hanya perusahaan yang mampu melakukan produksi sawit berkelanjutan. Bahwa kami ingin sampaikan petani sawit selain menerapkan sertifikasi juga melakukan konservasi hutan dengan melakukan perlindungan hutan sekitar kebun yang dikelola. Hal ini ditunjukkan oleh petani sawit di Kalimantan barat anggota dari SPKS," ujarnya.

Sabarudin juga mengakui untuk menerapkan standar sawit berkelanjutan butuh biaya yang besar. Sementara, dukungan dari perusahaan-perusahaan besar yang selama ini mendapatkan keuntungan besar dalam industri sawit nasional itu sangat minim.

Terutama, kata dia lagi, perusahaan-perusahaan yang selama ini berkomitmen pada keberlanjutan, termasuk perusahaan anggota RSPO sangat minim memberikan dukungan kepada petani sawit swadaya kecil.

"Sementara, untuk dukungan pemerintah juga belum maksimal. Kita mengharapkan dukungan dari perusahaan dan pemerintah kepada petani sawit agar lebih banyak lagi petani yang mengelola sawit sesuai dengan standar pasar global," ujar Sabarudin.

Untuk itu, ia mengatakan SPKS berkomitmen mendukung upaya pemerintah dalam percepatan sertifikasi ISPO.

"Semua koperasi SPKS akan disertifikasi dengan ISPO. Kami melihat ISPO juga akan menjadi kunci untuk perbaikan pada produktivitas sawit nasional, selain pada perbaikan tata kelola sawit itu sendiri," kata dia pula.
Baca juga: Pemerintah susun kebijakan insentif komersialisasi biodiesel
Baca juga: Gapki: EUDR lebih merugikan petani kecil dibandingkan pengusaha sawit

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024