Jakarta (ANTARA) - Pada awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, suara-suara penuh harap bangsa Indonesia bakal bisa lebih baik, terus berkumandang.

Sejak berdirinya bangsa ini, berbagai tokoh pun sepakat bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi konstitusi. Namun dalam perjalanannya, penegakan hukum yang benar-benar bisa menciptakan keadilan hakiki, masih menjadi tantangan besar.

Demokrasi di Indonesia menganut sistem trias politica, di mana kekuasaan dibagi menjadi tiga, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kekuasaan yang besar harus dikontrol oleh kekuatan besar lainnya untuk menciptakan keseimbangan.

Penegakan hukum dan kepastian penegakan hukum menjadi program Prabowo sebagai pemimpin bangsa. Presiden yakin penegakan hukum merupakan salah satu prasyarat stabilitas ekonomi dan demokrasi.

Dengan begitu, birokrasi yang efisien, profesional, dan berintegritas akan tercipta sebagai penunjang yang baik dalam kehidupan masyarakat.

Maka tak heran program itu pun dimanfaatkan baik oleh Komisi III DPR RI yang ingin membereskan masalah-masalah yang timbul dalam penegakan hukum sebagai fungsi pengawasan.

Walaupun belum resmi terbentuk dan diumumkan, Komisi III DPR mewacanakan untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) Penegakan Hukum yang akan fokus menangani masalah-masalah aparat penegak hukum.

Panja itu akan terdiri atas empat bidang, yakni penegakan hukum untuk kejahatan siber, kejahatan narkoba, kejahatan sumber daya alam, dan kejahatan mafia tanah.

Empat tema itu memang menjadi topik yang kerap dikritik oleh para legislator di Komisi III DPR RI ketika menggelar rapat dengan sejumlah lembaga mitra, seperti Kepolisian Negara Republik Indonesia hingga Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Pembentukan Panja Penegakan Hukum di pemerintahan Prabowo Subianto yang masih seumur jagung itu menjadi momentum yang tepat, agar masalah-masalah penegakan hukum yang sudah terjadi tak akan terulang kembali.


Kejahatan siber

Tahun 2024 tampaknya harus menjadi titik balik bagi pembangunan keamanan siber bagi Indonesia. Sebab, ulah peretas membuat Pemerintah sempat kalang kabut mengurusi pembobolan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS), yang mengunci data nasional dengan program "jahat" yang bernama Ransomware.

Namun puncak masalah yang membuat masyarakat merugi adalah maraknya judi online. Sejumlah kasus pembunuhan, penggelapan, hingga bunuh diri, merupakan muara yang timbul akibat judi daring itu.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan pun mencatat angka perputaran uang dalam judi online pun terus meningkat. Pada semester pertama 2024 jumlahnya sudah menyentuh Rp174,56 triliun, dan semester kedua 2024 angkanya melesat menjadi Rp238 triliun.

Pada awal Kabinet Merah Putih terbentuk, Kementerian Komunikasi dan Digital pun langsung melaksanakan bersih-bersih internal untuk memberantas judi online. Hasilnya, belasan oknum pegawai yang menjadi pelindung praktik judi daring diringkus berkat kerja sama dengan Polri.

Korps Bhayangkara pun masih terus menyelidiki dan mendalami kasus tersebut. Momen ini harus dikawal oleh Komisi III DPR RI dengan memberantas judi online hingga ke akarnya.

Wakil Ketua Komisi III DPR Rano Alfath menilai bahwa judi online maupun pinjaman online yang ilegal merupakan kedok baru dalam kejahatan siber yang sebelumnya hanya sebatas peretasan data.

Di samping itu, penipuan yang kerap terjadi secara online pun sangat merugikan masyarakat. Bahkan untuk ditangkap pun sangat sulit, karena penelusuran untuk menemukan pelakunya tidak mudah.

Keberadaan Direktorat Siber baru di sejumlah wilayah tertentu menjadi tanggung jawab Polri dalam memberantas kejahatan siber. Sistem promosi secara merit pun harus dilakukan pada direktorat tersebut agar keandalan keahlian siber Polri terus meningkat.

Kejahatan narkoba

Dalam paparan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Polri berkomitmen menindak tegas pelaku kejahatan narkoba dan mengusut tuntas jaringan narkoba sampai ke akarnya.

Sejak tahun 2020 sampai 2024, Polri telah mengamankan 264.188 tersangka terkait narkoba. Dari ratusan ribu kasus itu, Polri telah menyita barang bukti narkoba senilai Rp31,8 triliun dan menyelamatkan 262 juta jiwa dari bahaya barang terlarang itu.

Namun, pemberantasan narkoba tampaknya belum kunjung tuntas.

Berdasarkan data Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri pada 2024, jumlah kasus penyalahgunaan narkoba yang paling tinggi berada di Jakarta. Hal itu semestinya tidak boleh terjadi karena Jakarta masih menjadi pusat peradaban Indonesia dengan segala kelengkapan fasilitas.

Sebetulnya, penegak hukum tidak diam atas kondisi tersebut karena pada 2022, Kepolisian Daerah Metro Jaya sempat memberantas peredaran narkoba di Kampung Ambon, Jakarta Barat. Saat itu, para gembong narkoba ditangkap hingga membuat kampung itu bersih dari narkoba.

Namun, Anggota Komisi III DPR RI Hasbiallah Ilyas mengatakan kini peredaran narkoba berpindah dari Kampung Ambon ke Kampung Bahari, Jakarta Utara. Bahkan, jual beli narkoba di kampung tersebut seolah merupakan fenomena biasa.

Dia pun menduga ada oknum aparat penegak hukum yang terlibat peredaran narkoba di Kampung Ambon.

Dengan informasi tersebut, aparat penegak hukum seharusnya langsung bergerak memberantas narkoba. Jika penyebaran narkoba di Jakarta bisa ditangani, maka seharusnya seluruh daerah di Indonesia pun bisa tertangani.


Kejahatan SDA

Dalam berbagai kesempatan, Presiden Prabowo menyinggung bahwa korupsi jadi penyebab kebocoran anggaran atau kekayaan negara. Terjadinya kolusi di antara para pejabat di semua tingkatan yang menyebabkan negara merugi, kata Presiden, adalah tindakan yang tidak patriotik.

Selain kebocoran dari sektor keuangan atau anggaran, dugaan kebocoran pun terjadi di sektor energi. Padahal Presiden Prabowo memiliki visi besar untuk membuat Indonesia swasembada energi.

Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan pun mengungkapkan ada potensi kebocoran minyak yang terjadi di Hulu Rokan. Dia sempat melaporkan hal itu kepada aparat penegak hukum di wilayah tersebut, tetapi belum ditindaklanjuti.

Dia menjelaskan bahwa beberapa waktu lalu, Presiden Ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo sempat menargetkan Hulu Rokan untuk memproduksi minyak 210 ribu barel per hari, tetapi hanya mampu sekitar 160 ribu barel per hari.

Tidak tercapainya target tersebut semestinya diduga oleh penyidik bahwa ada potensi dugaan penyalahgunaan. Jangan sampai hal itu menjadi hambatan bagi upaya swasembada energi.

Polri pun mencatat bahwa sepanjang 2020--2024 telah menindak 2.690 kasus yang berkaitan dengan tindak pidana minyak dan gas (migas). Dari penindakan itu, keuangan negara yang berhasil diselamatkan senilai Rp67,75 miliar dan potensi yang bisa diselamatkan sebesar Rp6,3 miliar.


Kejahatan mafia tanah

Komisi III DPR RI juga getol mengundang langsung pihak-pihak yang bersengketa mengenai urusan pertanahan, mulai dari permasalahan sengketa lahan yang menimpa masyarakat awam, mantan pejabat, hingga lahan sekolah.

Komitmen untuk menuntaskan masalah mafia tanah tentu bukan hal yang baru dicetuskan. Pasalnya, masalah mafia tanah berpotensi melibatkan aparat penegak hukum yang memiliki kekuatan.

Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid mengungkapkan bahwa mafia tanah itu biasanya melibatkan tiga unsur, yakni oknum orang dalam, pemborong tanah, hingga oknum pendukung seperti kepala desa, notaris, dan pengacara.

Di samping itu, Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mengatakan bahwa hampir 99 persen mafia tanah menggunakan "tangan-tangan" di pengadilan. Mereka melakukan itu untuk merampas tanah yang dimiliki rakyat.

Yang mengejutkan, Nasir pun mengungkapkan bahwa hal itu diungkapkan oleh Kapolda Sumatera Selatan. Bahkan, kata dia, rumah dinas Kapolda Sumatera Selatan pun hampir "hilang" atas kerja-kerja mafia tanah.

Fenomena itu pun memiliki arti bahwa mafia tanah bisa menyerang siapa pun, baik rakyat kecil, kelas menengah, bahkan hingga pejabat sekalipun.

Pemberantasan beragam kedok kejahatan yang bisa merugikan negara itu tentu saja tergantung pada kinerja para aparat penegak hukum, baik polisi, jaksa, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan lembaga-lembaga terkait.

Kolaborasi antara para penegak hukum menjadi keharusan untuk membereskan beragam tindak pidana yang memiliki segudang kompleksitas.

Walaupun wewenang penegakan hukum bisa dikomandoi oleh kementerian koordinator, Komisi III DPR RI berperan untuk membuka sumbatan-sumbatan komunikasi antara para penegak hukum.

Dengan fungsi pengawasan yang melekat, lembaga legislatif sudah saatnya menunjukkan tajinya untuk membenahi dan memperkuat penegakan hukum dengan asas keadilan tanpa intervensi.

Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024