Sementara itu, jatuh tempo beberapa jenis pajak lainnya ditetapkan pada tanggal yang berbeda. Rinciannya, PPh Pasal 22 dan PPN/PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), pajak wajib disetor paling lambat 1 hari setelah pemungutan oleh DJBC.
PPh Pasal 25 bagi wajib pajak kriteria tertentu Pasal 3 ayat (3b) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang melaporkan beberapa masa pajak dalam 1 Surat Pemberitahuan (SPT) Masa, dibayarkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir.
PPh Pasal 25 bagi wajib pajak dengan kriteria tertentu selain kriteria Pasal 3 ayat (3b) UU KUP, masa setor paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak.
Untuk tambahan PPh atas saham pendiri yang dipungut oleh emiten, wajib disetorkan paling lama 1 bulan setelah saat terutangnya tambahan PPh.
PPN/PPnBM yang terutang dalam 1 masa pajak, harus disetor paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
Terakhir, PPN/PPnBM yang dipungut oleh pemungut PPN dan pihak lain, wajib disetor paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan perubahan itu bertujuan untuk menyederhanakan jatuh tempo pembayaran. Penyeragaman ini juga dapat memudahkan wajib pajak mengingat dan membantu DJP dalam hal tata kelolanya.
Adapun penjelasan teknis mengenai Coretax tercantum pada Pasal 464 hingga 467.
Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban wajib pajak untuk masa pajak Januari 2025 serta Pajak Bumi dan Bangunan (PPB) tahun pajak 2025 dilakukan secara terpusat menggunakan nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Sementara itu, tata cara pembayaran pajak dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) serta penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan imbalan bunga ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Untuk tata cara pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak serta Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Walakin, belum semua ketentuan diatur dalam PMK No. 81/2024. Sejumlah ketetapan akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak, salah satunya mengenai kriteria wajib pajak yang dibebaskan dari kewajiban melapor Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyebut persiapan Coretax sedang dalam tahap akhir pengujian operasional atau operational acceptance test (OAT) sebelum diluncurkan pada Januari 2025.
Sampai peluncuran resmi nanti, DJP gencar mengedukasi masyarakat secara bertahap agar mereka bisa memahami Coretax dan memanfaatkannya secara optimal.
Reformasi perpajakan yang dilakukan pemerintah melalui Coretax diharapkan menjadi solusi untuk meningkatkan penerimaan pajak secara lebih optimal, efisien, dan transparan.
Meski tantangan ekonomi global serta penurunan harga komoditas memengaruhi penerimaan pajak tahun 2024, implementasi Coretax disiapkan dapat membantu Pemerintah mencapai target penerimaan pajak pada tahun 2025.
Editor: Achmad Zaenal M
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024