Jakarta (ANTARA) - Badan Informasi Geospasial (BIG) tengah menyelesaikan pemetaan geospasial yang dapat digunakan untuk mencapai target Indonesia mencapai kondisi seimbang antara penyerapan dan produksi emisi atau net zero emission pada 2060 serta langkah mitigasi perubahan iklim.

"Pemerintah Indonesia berkomitmen menyelesaikan data geospasial untuk mendukung perencanaan dan pengembangan, serta untuk mengawasi dan memiliki strategi mitigasi dan adaptasi iklim yang lebih akurat termasuk net zero emission," ujar Kepala BIG Muh Aris Marfai dalam diskusi di Paviliun Indonesia Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) Azerbaijan dipantau daring di Jakarta, Kamis.

BIG telah menyelesaikan peta dasar skala besar 1:50.000 dan sudah digunakan untuk pengawasan dan mendukung pembangunan di tanah air. Dia menyebut permintaan akan satu data geospasial yang dikeluarkan BIG sangatlah banyak dan digunakan dalam beragam sektor.

Perkembangan itu dilakukan untuk mewujudkan kebijakan satu peta yang diusung oleh Pemerintah Indonesia. Data geospasial menjadi pendukung dan pelengkap beragam data sektoral yang dikeluarkan kementerian dan lembaga lain, termasuk data-data terkait penanganan perubahan iklim.

Dia memberikan contoh bagaimana data geospasial dapat digunakan untuk menyelesaikan isu konflik lahan, perubahan fungsi lahan, dan deforestasi serta pendataan emisi karbon.

"Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menyelesaikan rincian data geospasial, peta dasar skala besar dengan skala 1:5.000," jelasnya.

Dalam diskusi yang sama, Herban Heryandana selaku Plt Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebut pihaknya sudah menerapkan integrasi data yang disediakan BIG dengan data kehutanan untuk mencapai target iklim secara khusus di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (forestry and other land use/FOLU).

Integrasi data tersebut sudah dilakukan lewat SIGAP sebagai sistem informasi geospasial yang dikembangkan oleh KLHK, yang kini dipisah menjadi KLH dan Kemenhut.

Herban mengatakan bahwa Indonesia ingin mencapai kondisi penyerapan lebih tinggi dibandingkan emisi yang dikeluarkan untuk sektor FOLU pada 2030 atau yang dikenal dengan FOLU Net Sink 2030.

"SIGAP memperlihatkan lompatan signifikan untuk inovasi teknologi dan tata kelola karbon kehutanan dan lingkungan yang berkelanjutan," tuturnya.

Baca juga: Menhut segera siapkan peta jalan reforestasi 12 juta hektare hutan
Baca juga: RI soroti pemanfaatan data geospasial demi capai target iklim di COP29


Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024