Jakarta (ANTARA) - Pemerintah di seluruh dunia harus meningkatkan pendapatan sebesar 3 triliun dolar AS untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif dalam dekade ini. Di negara emerging market, biaya ini setara dengan 4 persen dari produk domestik bruto (PDB), sementara untuk negara-negara berpenghasilan rendah mencapai 16 persen.
Lantas, bagaimana negara-negara dapat membiayai tagihan besar ini? Kota-kota besar seperti Delhi dan Lagos memberikan contoh jalan ke depan, yaitu mengenakan pajak properti dengan lebih efisien sehingga dapat memainkan peran signifikan dalam meningkatkan?pendapatan di tingkat lokal, yang memungkinkan negara untuk berinvestasi lebih banyak pada rakyatnya.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa negara memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan pajak domestik jika diperlukan hingga 5 persen dari PDB selama dua dekade.
Tentunya, tantangan politik dari reformasi semacam ini tidaklah mudah, seperti yang terlihat pada peristiwa-peristiwa terkini di beberapa negara yang menunjukkan bahwa menaikkan pajak dapat memicu ketegangan sosial.
Pajak properti yang lebih efisien memiliki keuntungan dalam hal ini. Karena dipungut dan dibelanjakan secara lokal, pajak ini mungkin lebih sedikit menimbulkan tantangan politik dibandingkan dengan kenaikan pajak nasional yang lebih luas.
Pajak berulang atas properti tidak bergerak dapat membantu pemerintah daerah menangkap kekayaan yang dihasilkan melalui urbanisasi yang padat konstruksi. Menghasilkan pendapatan semacam ini dengan cara yang adil sangat penting, mengingat kesulitan negara-negara berkembang dalam mengenakan pajak atas penghasilan dan kekayaan, yang seringkali sangat mudah berpindah.
Daya tarik pajak properti sangat jelas ketika kita melihat pendapatan yang dikumpulkan di negara maju yaitu lebih dari 1 persen dari PDB rata-rata di negara-negara OECD, dan hampir 3 persen di beberapa negara maju. Sebaliknya, pajak properti hanya mengumpulkan sekitar 0.1 persen dari PDB di Asia dan Afrika yang sedang berkembang.
Untuk mencapai pertumbuhan yang signifikan ini, perlu ada perbaikan dalam cakupan pajak properti dan mengatasi tantangan kapasitas dalam menilai properti sebagai cara untuk membalikkan kinerja pendapatan yang kurang maksimal saat ini. Teknologi identifikasi properti yang baru dan metode penilaian yang disederhanakan telah tersedia secara luas.
Dengan reformasi kebijakan dan teknologi yang lebih baik, pendapatan pajak properti berulang di negara-negara berkembang seharusnya bisa mencapai 10 kali lipat dari tingkat saat ini.
Pendapatan dan pengeluaran lokal
Ketika dirancang dengan baik, pajak properti menjadi sumber pendanaan municipal yang dapat diandalkan dan progresif. Pajak ini meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah, karena hasil pajak dapat digunakan untuk mendanai layanan publik lokal yang lebih baik. Di samping itu, pajak juga dikenakan atas penambahan kekayaan yang diperoleh karena nilai properti yang dimiliki meningkat akibat urbanisasi dan pembangunan infrastruktur publik terkait.
Hubungan yang erat di tingkat lokal antara pendapatan dan pengeluaran menjadikan pajak properti lebih terlindungi dari politik nasional dan menuntut standar akuntabilitas yang lebih tinggi dalam penggunaan sumber daya yang efektif.
Undang-undang nasional harus mengatur sejauh mana pajak properti dapat bervariasi di berbagai daerah, dengan membatasi perbedaan dalam tingkat layanan publik lokal yang didanai oleh sumber ini. Pemerintah kota harus membatasi pengecualian hanya pada organisasi publik yang terbatas, dan pendapatan yang hilang harus dilaporkan secara berkala.
Dampak pada rumah tangga "kaya aset namun miskin kas" seperti pensiunan, dapat diperlunak dengan menunda pembayaran pajak hingga properti dijual, saat itu pembayaran penuh akan jatuh tempo.
Copyright © ANTARA 2024