Keputusan tersebut diambil setelah badan intelijen negara itu mengonfirmasi bahwa tentara Korea Utara telah terlibat dalam pertempuran di Kursk, Rusia.
"(Pemerintah) akan melanjutkan penerapan tindakan yang efektif dan bertahap yang berlandaskan prinsip ketenangan dan disiplin," kata seorang pejabat Kementerian Unifikasi Korea Selatan kepada wartawan, Kamis, terkait pengiriman pasukan Korea Utara.
Pada hari sebelumnya, Badan Intelijen Nasional mengonfirmasi bahwa pasukan Korea Utara yang dikirim ke Rusia telah terlibat dalam operasi tempur di garis depan di wilayah Kursk, sesuai dengan pernyataan dari intelijen Amerika Serikat.
Pejabat yang tidak disebutkan namanya itu menuduh Korea Utara mengirim pasukan untuk bertempur dalam perang yang tidak dapat dibenarkan dan mengirim mereka menuju kematian.
Dia juga menambahkan bahwa Pyongyang menghindar dari memberi tahu rakyatnya mengenai penempatan pasukan Korut tersebut.
"Ini adalah contoh lain dari sifat menipu rezim Korea Utara," kata pejabat itu.
Meskipun ada konfirmasi dari AS dan Korsel mengenai pasukan Korut yang bertempur untuk Rusia di garis depan, Korea Utara tetap bungkam, di tengah spekulasi bahwa mereka mungkin akan membuat pengumuman resmi setelah bertukar instrumen ratifikasi dengan Rusia untuk perjanjian pertahanan bersama mereka.
Awal pekan ini, media negara Korea Utara melaporkan bahwa pemimpin Kim Jong-un telah meratifikasi kemitraan strategis komprehensif yang ditandatangani dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Pyongyang pada Juni.
Perjanjian penting yang mengikat kedua negara untuk saling memberikan bantuan militer dalam keadaan perang, telah meningkatkan hubungan militer mereka ke tingkat yang baru, yang dianggap serupa dengan sebuah aliansi.
Sumber : Yonhap
Baca juga: NATO: Pengiriman pasukan Korut ke Rusia ancaman bagi keamanan global
Baca juga: Korut, Rusia salahkan AS atas peningkatan ketegangan Semenanjung Korea
Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2024