Amonia akan semakin banyak digunakan di sektor energi dalam dekade mendatang sebagai bahanJakarta (ANTARA) - PT Pupuk Indonesia (Persero) berkomitmen mempertahankan produksi amonia sebagai bahan utama pupuk urea guna menjaga ketahanan pangan nasional.
Amonia merupakan bahan utama produksi pupuk, seperti urea, NPK, dan ZA, yang punya peran vital untuk pertanian.
Saat ini, produksinya masih menghasilkan karbon (amonia abu-abu), tetapi dengan inovasi teknologi, proses produksi amonia pada masa depan akan jauh lebih rendah karbon (amonia biru) dan bahkan bebas karbon (amonia hijau).
"Amonia akan semakin banyak digunakan di sektor energi dalam dekade mendatang sebagai bahan bakar transisi, karena sifatnya yang bebas karbon. Kami melihat tren ini dan siap memasok amonia untuk sektor energi," jelas Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi saat menghadiri CEO Dialog on Climate Action di Paviliun Indonesia COP29, Azerbaijan, Rabu (13/11/2024), sebagaimana dikutip di Jakarta, Kamis.
Bahkan, Pupuk Indonesia membidik peningkatan produksi amonia naik lima juta ton pada 2045 yang didominasi amonia bersih.
Selain pupuk, amonia hijau dan biru menjadi solusi bahan bakar ramah lingkungan. Perseroan melihat bahwa permintaan amonia biru dan hijau akan meningkat pesat pada masa depan.
Menjawab tren itu, perusahaan telah menyiapkan peta jalan strategis untuk meningkatkan kapasitas amonia dari 7 juta menjadi lebih dari 12 juta ton pada 2045 dengan dominasi amonia hijau pada seluruh fasilitas produksi di Pupuk Indonesia Grup.
"Pada 2030, kami akan mulai memproduksi amonia hybrid di Aceh melalui anak perusahaan kami, Pupuk Iskandar Muda. Pada 2035, kami berencana memperkenalkan amonia biru. Pada 2045, kami akan memperkenalkan amonia biru dalam skala yang lebih besar," ujar Rahmad.
Upaya itu diharapkan memenuhi permintaan energi bersih global, terutama dari pasar seperti Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat (AS).
Pengembangan amonia bersih itu memperkuat posisi Indonesia sebagai hub amonia bersih global. Untuk mewujudkannya, diperlukan dukungan regulasi yang tepat, teknologi, serta investasi.
Di samping mengaplikasikan teknologi hibrida untuk amonia bersih, Pupuk Indonesia akan tetap mempertahankan posisinya sebagai produsen pupuk.
Dengan kapasitas produksi 14,5 juta ton pupuk, termasuk 9,3 juta ton urea, Pupuk Indonesia merupakan produsen pupuk terbesar di kawasan Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika Utara.
Oleh karena itu, Rahmad menilai peran Pupuk Indonesia sangatlah penting untuk menjaga ketahanan pangan nasional dan bahkan kawasan.
Pentingnya ketahanan pangan bagi Indonesia juga ditegaskan oleh Hashim Djojohadikusumo selaku Kepala Delegasi RI dalam acara pembukaan Indonesia Pavilion COP29.
Ia mengungkapkan bahwa kepemimpinan baru di Indonesia menjadikan ketahanan pangan sebagai prioritas utama.
"Program ketahanan pangan sangat penting untuk menjaga kemandirian Indonesia dari guncangan eksternal yang telah kita alami dalam beberapa tahun terakhir. Saat pandemi COVID-19, harga-harga naik drastis dan banyak negara melarang ekspor bahan pokok seperti beras, membuat Indonesia berada dalam posisi sulit. Dua tahun kemudian, terjadi perang di Ukraina yang menyebabkan harga pupuk dan pangan melonjak, membuat Indonesia rentan," ujar Hashim.
Rahmad menambahkan Pupuk Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis dan konkret untuk mengurangi jejak karbon.
"Kami mendukung pencapaian NDC (Nationally Determined Contributions). Kami sudah melampaui target kami saat ini, dengan mencapai pengurangan mendekati 30 persen dari BAU (business-as-usual)," jelasnya.
Lebih lanjut, Pupuk Indonesia menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 4,25 juta ton CO2 pada tahun 2030 dan 19,2 juta ton pada 2060.
Inisiatif lainnya juga meliputi efisiensi energi dan optimalisasi fasilitas produksi, penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS), pemanfaatan sumber daya energi terbarukan, dan solusi berbasis alam (NBS) dengan kolaborasi bersama masyarakat.
Rahmad mengemukakan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) akan memainkan peran krusial bagi perusahaan.
Sifat dari produksi pupuk yang menggunakan bahan baku gas alam akan menghasilkan emisi karbon dioksida dalam jumlah signifikan sehingga Pupuk Indonesia memerlukan fasilitas penyimpanan untuk mengelola emisi.
"Kolaborasi adalah kunci untuk menghadapi tantangan ini. Pupuk Indonesia terbuka untuk bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, baik dalam bidang energi terbarukan, teknologi elektrolisis, penyimpanan karbon, maupun logistik," sebut Rahmad.
Baca juga: Pupuk Indonesia: Proyek GAIA pertama dunia siap dibangun di Indonesia
Baca juga: Pemerintah sederhanakan distribusi pupuk subsidi
Baca juga: Pupuk Indonesia: Stok pupuk 1,2 juta ton
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024