Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah membuat kebijakan yang mendukung percepatan pembangunan infrastruktur gas dan jaminan pasokan gas bagi keperluan domestik guna memenuhi kebutuhan gas yang terus meningkat di dalam negeri. "Infrastruktur (distribusi) gas yang sudah dirancang harus segera dijalankan," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pertambangan, Gito Ganindito, di Jakarta, Rabu, menanggapi lambannya pembangunan infrastruktur gas dan defisitnya pasokan gas di dalam negeri dibandingkan permintaan. Ia mengatakan permintaan gas di dalam negeri akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan industri dan naiknya harga minyak mentah dunia, sehingga gas menjadi energi alternatif yang mudah, murah, dan bersih. "Eksplorasi gas itu baru dilakukan jika ada permintaan dan sudah ada pembelinya. Karena itu, pemerintah harus mendorong percepatan pembangunan infrastruktur distribusi gas, karena kebutuhan gas di dalam negeri akan terus meningkat," ujarnya. Ia menilai positif apa yang sudah dilakukan pemerintah dengan membangun sejumlah ruas pipanisasi gas dari Sumatera ke Jawa dan di antaranya masih dalam proses pembangunan serta rencana pipanisasi Kalimantan Timur ke Jawa. Namun, lanjut Dito, pembangunannya harus dipercepat dan pemerintah perlu mendukung melalui bantuan pembebasan tanah dan kepastian sumber gas yang ada dipasok untuk domestik, apalagi jika pembelinya sudah ada dan banyak. "Pemerintah bisa membuat ketentuan setingkat Keputusan Menteri (Kepmen) yang menyatakan sumber gas yang dieksplorasi harus mengoptimalkan pembeli domestik dibanding ekspor agar investasi (infrastruktur) tidak mubazir," ujarnya. Untuk itu, Dito juga meminta pemerintah melakukan pemetaan yang jelas serta terus melakukan audit mengenai sumber gas dan cadangannya yang akurat, terutama di Kalimantan Timur (Kaltim), guna memberikan kepastian pasokan. Pengkajian Bappenas Hal senada dikemukakan Perencana Senior Bidang Energi di Bappenas, Hanan Nugroho, yang mengatakan infrastruktur gas sangat penting. "Sama seperti listrik, agar bisa dimanfaatkan, perlu dibangun jaringan distribusi gas," katanya. Studi Bappenas tahun 2005, kata dia, menyimpulkan untuk mengatasi kebutuhan gas yang terus meningkat di Jawa, urutan alternatifnya yang paling ekonomis adalah pertama melalui pipanisasi gas bumi dari Kaltim ke Jawa Tengah (Jateng). "Kemudian jika permintaan terus meningkat baru kemudian membangun terminal peneriman LNG di Jawa Barat untuk menerima LNG dari berbagai sumber, termasuk impor, dan ketiga membangun terminal penerima di Jawa Timur. Pipanisasi dan terminal penerima nantinya akan saling melengkapi," katanya. Menanggapi pertanyaan mengapa distribusi gas dari Kaltim ke Jateng harus menggunakan pipanisasi, Hanan mengatakan, berdasarkan literatur yang ada angkutan gas dibawah 2.000 mmscfd (juta kaki kubik per hari) lebih baik mengangkut dengan pipa, apalagi jaraknya sekitar 1.260 km dan gas dari Kaltim-Jateng akan mengangkut sekitar 1.000 mmscfd. "Memang di Bontang (Kaltim) sudah beroperasi `liquefaction plant` (pabrik pendinginan gas menjadi LNG) terbesar di dunia dengan kapasitas 22,4 ton per tahun dan mengapa tidak dibangun terminal penerima di Jawa," katanya. Hal itu, kata Hanan, karena dari keseluruhan biaya terminal penerima lebih mahal akibat adanya proses pendinginan, biaya angkut kapal, regasifikasi, dan pembangunan terminal penerima itu sendiri. Lebih jauh ia mengatakan transmisi pipa Kaltim-Jateng tidak berdiri sendiri, tapi terintegrasi dengan sistem jaringan transmisi gas dari Sumatera-Jabar-Jateng-Jatim, yang dibangun hampir serentak dan ditargetkan selesai 2009. "Jaringan pipa Sumatera-Jawa-Kalimantan di masa datang akan membentuk hubungan interkoneksi yang efisien menghubungkan sumber gas ke konsumen di Indonesia yang pada akhirnya tidak hanya memperkuat pasokan energi tapi juga mendukung berkembangnya industrialisasi di dalam negeri," kata Hanan. Apalagi, kata dia, pipa transmisi khususnya Kaltim-Jateng kelak tidak hanya untuk keperluan masyarakat pemakainya di Jawa, tapi dapat dibuka kerannya oleh daerah yang membutuhkan di sepanjang lintasan pipa. "Pembangunan pipa gas akan memberikan efek berantai berupa peningkatan kegiatan industri dan lapangan kerja di daerah, karena pipanisasi juga akan merangsang eksplorasi gas dan pengembangan CBM (coal bed methane) yang potensinya besar di Kalimantan," kata Hanan. (*)
Copyright © ANTARA 2006