Makassar (ANTARA) -
Bergegas mematikan mesin genset setelah mendengar bunyi mesin yang berbeda dari biasanya, menjadi salah satu rutinitas yang segera dilakukan Rusdi, seorang karyawan di salah satu tambak udang vaname di Desa Laikang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Bunyi itu menandakan bahwa mesin genset tersebut sudah berada di ambang batas tertinggi untuk mengoperasikan mesin kincir pada kolam budi daya udang vaname yang luasnya mencapai satu hektare di area pesisir Takalar.

Rusdi mengaku harus mematikan dan mengistirahatkan genset sekitar 1-3 jam agar bebannya tidak berdampak pada mesin genset. Alhasil, sebagian dari kincir air dalam kolam juga harus berhenti beroperasi.

Kondisi itu diakui Rusdi menjadi salah satu kelemahan dari penggunaan genset selama bertugas menjaga area tambak udang. Hal ini dinilai pula tidak efisien untuk menjalankan tugasnya, sebab harus menjaga setiap unit genset agar tidak kelebihan beban dalam mengalirkan energi ke mesin kincir.

"Kalau mesin kincir dimatikan, udang tidak bagus karena kurang sirkulasi udaranya," kata Daeng Rurung, sapaan akrab Rusdi oleh teman-temannya.

Lebih dari itu, Daeng Rurung yang bekerja sebagai karyawan tambak kerap kali kesulitan saat harus diminta mencari bahan bakar untuk mengoperasikan genset. Bahan bakar yang digunakan pun bukan jenis bersubsidi, sehingga biayanya dipastikan lebih mahal.

Pengeluaran lebih juga menjadi hal lumrah dalam penggunaan genset. Sebab selain pengisian bahan bakar, pemeliharaan dalam mengoperasikan genset juga menjadi beban yang harus dipenuhi pemilik tambak, mulai dari membeli oli hingga mengganti onderdil mesin genset agar tetap berfungsi maksimal.

Genset berfungsi maksimal juga tak lantas optimal dalam mengoperasikan kincir air yang tersedia guna menjaga kualitas air dalam kolam. Genset ini terbatas menyuplai listrik ke kincir air, jumlahnya hanya 22 kincir dengan daya 22 kilo Volt Ampere (kVA).

Bersyukurnya, hal ini dialami Daeng Rurung, yang sebelumnya bekerja sebagai tukang batu, tidak berlangsung lama, hanya sekitar satu tahun, tepatnya pada 2022.

Memasuki 2023, bos Daeng Rurung yang berdomisili di Makassar, Sardi, telah memiliki solusi terhadap permasalahan yang terjadi dalam operasional hingga peningkatan hasil tambak udang vaname di Takalar.

Kini, pemilik tambak beralih dari penggunaan genset ke listrik PLN melalui program electrifying agriculture (EA) yang sepenuhnya menggunakan energi hijau.

Program EA merupakan inovasi PLN dalam mengajak para pelaku di sektor agrikultur untuk beralih menggunakan alat-alat dan mesin produksi berbasis listrik, sehingga lebih maju, efisien dan ramah lingkungan.
Pihak PLN di Takalar saat melakukan pemeriksaan terhadap jaringan listrik yang tersedia untuk Program Elektrifikasi Agrikultur di Laikang, Takalar, Sulsel. ANTARA/Nur Suhra Wardyah (B)
Kolaborasi

Kolaborasi antara PLN dan petambak udang di Takalar kini terbentuk dengan pemanfaatan program EA yang manfaat dan efisiennya makin dirasakan para petambak udang Takalar, salah satunya Sardi dan rekan kerjanya.

Penggunaan teknologi agrikultur berbasis listrik terbukti mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan pelaku usaha agrikultur, seperti Sardi dibanding menggunakan genset atau diesel.

Menggunakan listrik PLN lebih efektif, tidak bising, lebih simpel dioperasikan dan mengurangi risiko kerusakan kincir menjadi beberapa keuntungan ketika telah beralih menggunakan listrik PLN dibanding menggunakan genset.

Tambak milik Sardi seluas 2 hektare dan baru difungsikan 1 hektare itu, kini tengah dialiri listrik 33 kilo Volt Ampere (kVA). Manfaatnya, telah mampu secara maksimal mengoperasikan 32 kincir air pada empat kolam, dengan delapan kincir di masing-masing kolam. Listrik yang beroperasi 24 jam nonstop dipastikan berpengaruh terhadap perbaikan dan peningkatan hasil panen tambak udang vaname.

Sardi mengisahkan, kualitas air dan parameter air berubah saat menggunakan genset yang berdampak pada kondisi udang, penyakit "stress" menimpa udang-udangnya yang mengakibatkan dia gagal panen, hingga dua kali, dengan hasil hanya 4 ton dan 10 ton.

Hasil panen itu jauh dari total nilai tebaran bibit udang yang dikeluarkan. Meskipun diakui bahwa jumlah tebaran bibit juga dibatasi lantaran saat penggunaan genset, tidak semua kincir air bisa beroperasi optimal secara bersamaan.

Tebaran bibit yang lebih sedikit terjadi karena genset tidak memadai mengalirkan energi untuk menggerakkan kincir air. Selama penggunaan genset, tebaran bibit hanya di angka 100 ribu per meter, sementara dengan memakai listrik PLN, tebarannya bertambah hingga 150 ribu, bahkan bisa 200 ribu per meter.

"Alhamdulillah sekarang lebih bagus karena parameter dan suhu air terjaga. Penyakit udang juga lebih minim. Jadi kita sangat rugi kalau tidak pakai listrik PLN ," ujar Sardi menegaskan keuntungannya mengikuti Program Elektrifikasi Agrikultur.

Kondisi kualitas air yang lebih baik dan telah terjaga berpengaruh terhadap tingkat hidup udang vaname hingga 100 persen. Hasilnya, nilai panen Sardi pun mengalami kenaikan drastis sebanyak 17 ton setelah menggunakan energi hijau dari PLN.

Keuntungan dan perbaikan ekonomi dalam sektor pertanian memang menjadi tujuan dan komitmen PLN, khususnya dalam upaya kolaborasi menyalurkan energi hijau pada aktivitas kehidupan sehari-hari masyarakat.

PLN terus mendukung sektor agrikultur dengan penyediaan listrik yang andal dan mudah melalui program EA. Hal ini terbukti dari biaya pelayanan pelanggan industri yang berbeda dengan pelanggan rumah tangga.

Manajer Unit Layanan Pelanggan Takalar Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Makassar Selatan Andi Akhmad Rahmatullah Muhiddin menjelaskan bahwa pembayaran untuk industri hanya Rp640 per kwh, sedangkan untuk pelanggan rumah tangga sebesar Rp1.447 per kwh.

Ini menjadi wujud komitmen PLN dalam mendorong modernisasi di sektor pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi operasional para pelaku di sektor agrikultur.
Kondisi tambak udang yang telah mengikuti Program Elektrifikasi Agrikultur di Laikang, Takalar, Sulsel. ANTARA/Nur Suhra Wardyah (B)

Makin untung


Ekonomis, makin untung, dan lebih hemat menjadi manfaat paling utama yang dirasakan Sardi saat dirinya, termasuk petambak lain, telah ikut dalam Program Elektrifikasi Agrikultur yang dihadirkan PLN.

Hemat hingga 28 persen setiap bulannya, dengan nilai berkisar Rp15 juta - Rp27 juta diakui Sardi, sejak beralih menggunakan energi hijau PLN. Penghematan juga dirasakan dalam menggunakan SDM untuk mengawal pemeliharaan genset, sebab pada penggunaan listrik PLN dikoordinir langsung oleh petugas perusahaan milik negara itu.

Tarif khusus bagi pelanggan industri, diakui Sardi sangat membantu usaha tambak miliknya guna meraup untung lebih banyak.

Penggunaan modal untuk empat kolam tambak bisa memakan biaya sebesar Rp67 juta per bulan saat menggunakan genset, belum termasuk ongkos pemeliharaannya. Sementara biaya menggunakan listrik PLN hanya berkisar Rp48 juta per bulan, tanpa biaya tambahan.

Keuntungan ini meningkatkan komitmen Sardi untuk kembali menambah daya listrik di area tambaknya sebesar 33 kVA, sebagai persiapan ekspansi dua kolam udang vaname dengan total kincir sebanyak 34 unit.

Lebih dari itu, kemudahan pembayaran listrik PLN juga menjadi nilai plus bagi petambak asal Takalar ini, apalagi PLN menyediakan pula aplikasi untuk memantau pemakaian pelanggan industri, sehingga bisa dipelajari dan dikalkulasi langsung oleh pelanggan.

Sekarang, Sardi tidak lagi ragu dan khawatir karena suplai listriknya stabil. Jika pun ada masalah, penanganan PLN dinilai termasuk cepat, meski lokasi tambak cukup jauh dari poros kota Kabupaten Takalar.

Petambak lain bernama Zubair juga merasakan keuntungan yang sama dengan pelayanan PLN dalam mengaliri listrik tambak udang seluas setengah hektare yang dikelolanya.

"Bagus sekali pelayanannya, karena kalau ada masalah listrik di area tambak, kami dikabari tiga hari sebelumnya untuk persiapan solusi dan penanganan," kata Zubair.

Tambak udang yang dikelola Zubair juga diakui selalu mengantongi keuntungan setiap kali panen. Hasil penjualannya mencapai sekitar Rp600 juta dengan modal sebanyak Rp350 juta dan keuntungan mencapai Rp250 juta untuk satu kali panen setiap empat bulan.

Berdasarkan data terakhir PLN, jumlah pelanggan Program EA di Sulselrabar telah mencapai 3.350 pelanggan dengan total daya tersambung sebesar 188.685 kilo Volt Ampere (kVA). Jumlah pelanggan ini terus bertambah hingga akhir 2024 ini.

Program Elektrifikasi Agrikultur juga menjadi bagian dari langkah strategis perseroan di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini dalam upaya mendorong perekonomian melalui sektor ketenagalistrikan.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024