Palembang (ANTARA) - Pemerintah Indonesia memperkuat pengelolaan lahan gambut guna menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).

Kepala Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk Kementerian Pertanian Ladiyani Retno Widowati dalam keterangan tertulis yang diterima di Palembang, Rabu, mengatakan Indonesia menghadapi tantangan besar terkait pengelolaan lahan gambut.

Lahan gambut sebagian telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan ekonomi yang menopang kehidupan masyarakat. Aktivitas ekonomi di lahan gambut umumnya dimulai dengan membuat saluran drainase untuk menurunkan muka air tanah.

“Dampak terjadi penurunan lahan atau subsidence serta meningkatnya emisi GRK adalah dampak dari praktik ini,” katanya.

Oleh sebab itu, Indonesia telah menetapkan target ambisius dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) dengan komitmen menurunkan emisi GRK sebesar 29 persen pada 2030. Sebagai langkah nyata, pemerintah berupaya mengurangi deforestasi, mencegah kebakaran, dan memperkuat tata kelola gambut dengan mendirikan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove.

Upaya ini juga didukung oleh kolaborasi Kementerian Pertanian bersama dengan International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) dan BRIN dalam proyek “Improving the Management of Peatlands and the Capacities of Stakeholders in Indonesia” (Peat-IMPACTS Indonesia).

Baca juga: Ekonomi rendah emisi di lahan gambut

“Proyek ini telah berlangsung sejak 2020, dilakukan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat untuk mendukung target NDC melalui pengelolaan lanskap gambut yang baik dan penguatan kapasitas petani, melalui berbagai pelatihan dan praktik-praktik budidaya pertanian,” jelasnya.

Sekretaris Badan, Standardisasi Instrumen Pertanian, Kementerian Pertanian Haris Syahbuddin menambahkan jika praktik baik Peat-IMPACTS di Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat ini diterapkan ke seluruh Indonesia, maka dampak positifnya bukan hanya untuk Indonesia, tetapi juga bagi dunia.

Sebab, ekosistem gambut Indonesia, dengan luas Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) mencapai 24 juta hektar, memainkan peran penting dalam mitigasi perubahan iklim global.

“Ekosistem gambut memiliki fungsi penting dalam menyimpan karbon, mengatur hidrologi, serta mendukung keanekaragaman hayati. Namun, pengelolaan yang tidak berkelanjutan seperti drainase berlebihan dapat menyebabkan kebakaran yang melepaskan GRK dalam jumlah besar, mengakibatkan perubahan iklim, polusi udara, dan kerugian ekonomi,” katanya.

Direktur ICRAF Program Indonesia, Andree Ekadinata mengatakan Peat-IMPACTS bertujuan memperkuat kapasitas para pemangku kepentingan dan menciptakan solusi nyata untuk pengelolaan gambut yang adaptif dan berkelanjutan.

“Keterlibatan berbagai level pemerintahan dan masyarakat lokal menjadi hal yang penting dalam mendukung keberhasilan proyek ini,” ujarnya.

Prinsiple investigator proyek Peat IMPACTS Sonya Dewi mengatakan program ini didesain untuk membantu pemerintah dan pemerintah daerah dalam rangka tata kelola gambut secara berkelanjutan.

Menurutnya, membangun kapasitas para pihak dalam pengelolaan gambut berkelanjutan adalah investasi jangka panjang untuk masa depan ekosistem. Berbagai pendekatan metodologi dan alat bantu telah diperkenalkan dan gunakan untuk membantu para pemangku kepentingan mendukung perencanaan dan tata kelola pembangunan.

Upaya peningkatan kapasitas ini juga melibatkan pelatihan teknis untuk lembaga pemerintah dalam membuat dan menegakkan kebijakan, pelatihan praktik pertanian berkelanjutan bagi masyarakat lokal, serta integrasi konservasi gambut ke dalam model bisnis sektor swasta.

“Peat-IMPACTS juga mengembangkan kurikulum muatan lokal gambut di tingkat Sekolah Dasar dan Menengah, sebagai upaya pengenalan, pemahaman dan pembelajaran mengenai gambut sejak usia dini, serta pembentukan WikiGambut, sebuah platform pengetahuan digital yang menyediakan informasi komprehensif mengenai ekosistem gambut, pengelolaannya, serta praktik-praktik berkelanjutan untuk menjaga kelestariannya, mengedukasi masyarakat, serta mendukung upaya pelestarian gambut di Indonesia,” kata Sonya.


Baca juga: BRIN terapkan teknologi paludikultur merestorasi lahan gambut

Pewarta: Ahmad Rafli Baiduri
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024