Jakarta (ANTARA) - Perkembangan teknologi telah memengaruhi struktur dan budaya kehidupan, menyebabkan adaptasi manusia terhadap lingkungan yang terus berubah, termasuk meningkatnya perjudian online yang merajalela.
Akses terhadap judi online saat ini paling mudah dilakukan melalui telepon pintar, dengan transaksi yang pernah dihitung mencapai Rp104,42 triliun pada Oktober 2023.
Meskipun pemerintah telah banyak menutup situs judi online, namun laman atau bandar judi online baru selalu muncul. Beberapa pemengaruh di Tanah Air juga ada yang tertangkap tangan mempromosikan judi online di media sosial mereka.
Secara aspek hukum judi online melanggar hukum berdasarkan Pasal 27 Ayat (2) UU ITE 2024, dengan ancaman hukuman hingga 6 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp1 miliar. Meskipun penangkapan terhadap pelaku telah dilakukan, tren kasus ini masih tetap tinggi sehingga menyebabkan dampak ekonomi dan psikologis yang serius.
Bahkan dari sisi kesehatan banyak pasien yang dirawat inap di rumah sakit akibat kecanduan judi daring. Catatan Divisi Psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menyebutkan bahwa pasien kecanduan judi online di RSCM pada tahun 2024 meningkat hingga dua kali lipat dan hampir 100 orang menjalani rawat inap di rumah sakit tersebut.
Faktor pendorong
Hasil riset yang dilakukan oleh beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Brawijaya dan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo pada tahun 2024 menyebutkan, seseorang bisa terjebak jerat judi online karena beberapa faktor, baik internal maupun eksternal.
Faktor internal penyebab kecanduan judi online tersebut adalah faktor ekonomi, persepsi, dan kesadaran hukum.
Faktor ekonomi menjadi pendorong utama dalam melakukan judi daring, dengan banyaknya permasalahan ekonomi, mulai dari sulitnya mendapatkan pekerjaan, naiknya harga pangan, inflasi, dan juga gaji di bawah rata-rata membuat masyarakat kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kemudahan mengakses situs judi daring dan iming-iming menghasilkan uang yang cukup besar, hal ini mendorong pelaku berjudi di jagat digital.
Faktor persepsi didorong oleh pemikiran terhadap kemungkinan memenangkan permainan ini dengan sangat yakin. Pada awalnya, saat bermain judi online, pemain pemula akan diberikan kemenangan agar mereka terus bermain dan yakin memiliki peluang besar untuk menang.
Dengan keyakinan dan keuntungan yang didapat, itu memengaruhi persepsi pemain bahwa jika tidak menang dalam permainan kali ini, di permainan selanjutnya dia akan menang. Hal ini yang membuat pelaku kecanduan dan sulit keluar dari permainan ini.
Kemudian faktor kesadaran hukum. Masyarakat pada umumnya belum memahami jerat hukum jika terlibat judi daring dan menganggap ini bukan sesuatu yang melanggar hukum. Bahkan mereka yang sudah mengetahui peraturannya pun, seringkali menganggapnya remeh karena sanksi terhadap pelaku tidak berat dan sulit ditemukan buktinya.
Selain faktor-faktor internal tersebut, terdapat juga pengaruh faktor eksternal yang meliputi perkembangan teknologi dan faktor lingkungan.
Perkembangan teknologi memang memudahkan pelaku mengakses situs judi online. Walaupun sudah banyak situs yang ditutup, bandar tidak kehabisan akal untuk membuka situs perjudian daring dengan berbagai cara agar tidak terdeteksi oleh aparat. Selain itu, melalui fintech, mulai dari e-wallet hingga m-banking, memudahkan pemain judi ini bertransaksi.
Faktor lingkungan di sini memberikan pengaruh terkait keputusan dan berperilaku yang diambil oleh pelaku judi online. Pertemanan atau lingkungan yang terdampak perjudian online, membuat individu terdorong untuk mencoba melakukan perjudian. Maraknya promosi melalui media massa bahkan dipromosikan secara terang-terangan oleh influencer dengan menawarkan keuntungan yang menggiurkan, menjadi salah satu permasalahan yang mendorong makin banyaknya transaksi perjudian.
Copyright © ANTARA 2024