Hefei (ANTARA) - Sebuah tim internasional yang dipimpin oleh para ilmuwan China menggunakan teknologi kuantum mutakhir dalam pencarian langsung untuk materi yang paling sulit dipahami di alam semesta, sebuah upaya luar biasa yang telah meningkatkan kemampuan deteksi canggih secara signifikan.
Di alam semesta yang luas, materi yang terlihat, mulai dari setitik debu terkecil hingga benda langit yang sangat besar seperti Bumi, bahkan seluruh galaksi, hanya mencakup sekitar 5 persen dari total massa kosmos. Sisanya, 95 persen, diyakini terdiri dari materi gelap (dark matter) dan energi gelap (dark energy).
Mengidentifikasi materi gelap, komponen eksotis yang sangat memengaruhi struktur dan evolusi alam semesta kita, masih menjadi misteri bagi para ilmuwan.
Di antara kandidat yang mungkin adalah partikel masif yang berinteraksi lemah (weakly-interacting massive particle/WIMP) dan axion.
Axion muncul sebagai subjek yang sangat menarik untuk diselidiki, sementara pencarian WIMP sejauh ini belum berhasil mengidentifikasi materi tak kasat mata tersebut.
Teknologi pengukuran presisi kuantum, yang memanfaatkan sifat luar biasa seperti spin kuantum dan keterikatan kuantum, memungkinkan deteksi tingkat energi yang sangat sensitif pada tingkat energi yang sangat kecil, menawarkan pendekatan revolusioner dalam pencarian materi gelap.
Para ilmuwan dari Universitas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi China dan Universitas California Berkeley mengeksploitasi gas mulia terpolarisasi untuk membuat detektor axion yang sangat sensitif berdasarkan interaksi spin kuantum.
Detektor itu meningkatkan sensitivitas interaksi hingga 145 kali lipat dibandingkan dengan metode konvensional. Selain itu, detektor tersebut mencapai pengurangan yang sangat besar untuk gangguan yang disebabkan oleh medan magnet klasik, sehingga menghindari sinyal palsu.
Meskipun tim belum menemukan bukti definitif untuk materi gelap axion, mereka telah menempatkan batasan paling ketat yang pernah ada pada pemasangan neutron dan neutron yang berkembang hingga ke "jendela axion", cakupan massa yang secara teoretis mendukung di mana partikel-partikel hipotetis itu kemungkinan besar bersembunyi.
Eksperimen tersebut telah menetapkan tolok ukur baru dalam bidang ini dengan meningkatkan batasan sebelumnya hingga sedikitnya 50 kali lipat, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan baru-baru ini di jurnal Physical Review Letters.
Hasilnya menyoroti potensi besar teknologi kuantum dalam bidang eksplorasi materi gelap, yang menunjukkan peran teknologi mutakhir dalam memajukan sains frontier.
Penelitian ini "memiliki keunggulan karena penerapan dua perkembangan baru, yaitu amplifikasi magnetik dan templat sinyal" yang memungkinkan tim meningkatkan sensitivitas "sekitar dua tingkat besaran dari yang ada saat ini," ujar W. Michael Snow, fisikawan dari Indiana University Bloomington.
Terlepas dari eksperimen yang berbasis di Bumi, Peng Xinhua, pemimpin tim, pada 2023 mengusulkan rencana untuk mengirim sensor kuantum ke stasiun luar angkasa China, memanfaatkan gerakan berkecepatan tinggi stasiun luar angkasa di sekitar Bumi untuk mendukung pencarian axion.
"Penelitian ini juga memiliki potensi yang signifikan bagi penerapan praktisnya, seperti meningkatkan akurasi pencitraan resonansi magnetik (magnetic resonance imaging/MRI) untuk pengobatan presisi dan memungkinkan eksplorasi laut dalam yang lebih maju," ungkap Peng.
Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2024