Konsumsi rokok tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga menghambat kualitas hidup masyarakat miskin
Jakarta (ANTARA) - Senior Advisor di Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (ITB-AD) Mukhaer Pakkanna mengatakan rencana penundaan kenaikan cukai rokok akan melemahkan upaya perlindungan kesehatan masyarakat.

"Jika kebijakan penundaan kenaikan cukai rokok ini benar-benar diimplementasikan, kita akan menghadapi setback yang serius. Ini seperti menerpedo ikhtiar kita dalam melindungi kesehatan masyarakat, khususnya dalam hal pembatasan akses produk tembakau dan zat adiktif," kata Mukhaer dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Berdasarkan studi dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) tahun 2023, kata Mukhaer, kenaikan harga rokok berbanding lurus dengan menurunnya jumlah anak yang mulai merokok. Oleh karena itu penundaan kebijakan cukai tersebut dinilai menghambat berbagai upaya pengendalian konsumsi rokok yang telah direncanakan.

Baca juga: YLKI: Kenaikan cukai rokok secara bertahap jadi instrumen pengendalian

"Harga rokok yang murah terbukti menjadi faktor signifikan yang membuat anak-anak lebih mudah mencoba merokok dan bahkan kambuh untuk kembali merokok," imbuhnya.

Kajian yang dilakukan CHEDs ITB-AD juga mengungkapkan bahwa kebijakan kenaikan pajak dan harga tembakau tidak hanya mampu menekan prevalensi merokok pada dewasa dan remaja, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang positif bagi keluarga miskin.

"Ini bukan sekadar instrumen pengendalian tembakau, tetapi juga instrumen efektif dalam mengurangi kemiskinan," kata Mukhaer.

Baca juga: Kenaikan harga rokok selamatkan kelas menengah bawah Indonesia

Ia memaparkan simulasi dari laporan "Raise Tobacco Taxes and Prices for a Healthy and Prosperous Indonesia" pada tahun 2020 mendukung pernyataan tersebut.

Kenaikan pajak tahunan sebesar 25 persen diperkirakan bisa mengurangi jumlah perokok hingga dua kali lipat dan menghasilkan pendapatan tambahan bagi negara sebesar Rp102,8 triliun.

"Pengurangan pengeluaran untuk tembakau di kalangan keluarga miskin bisa memperkuat kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan pokok dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi rumah tangga. Konsumsi rokok tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga menghambat kualitas hidup masyarakat miskin," ujar Mukhaer.

Baca juga: CISDI: Pembatalan kenaikan cukai rokok halangi impian eradikasi TBC

Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024