Jakarta (ANTARA) - Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menyatakan perlunya penyusunan grand design atau panduan terkait upaya mitigasi emisi karbon pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin di Jakarta, Rabu mengatakan adanya ketertinggalan mitigasi gas rumah kaca (GRK) kendaraan bermotor di Indonesia.

"Ketertinggalan tersebut antara lain standard karbon kendaraan tidak diatur, padahal standard ini akan menjadi acuan bagi produsen kendaraan bermotor dalam memproduksi dan memasarkan kendaraan di Indonesia," katanya dalam keterangannya.

Kemudian, lanjutnya, agenda mitigasi GRK kendaraan bermotor dengan elektrifikasi tertunda, misalnya adopsi bus listrik di Jakarta yang seharusnya sudah mencapai 2700 unit pada 2024 ini, baru terealisasi 100 unit, apalagi kota-kota lain seperti Denpasar, Surabaya, Semarang, Solo, Yogyakarta, Bandung, Medan, Makassar, dll yang sama sekali tidak ada perkembangan terkait elektrifikasi angkutan umumnya karena terbentur pendanaan.

Baca juga: KPBB: BBM ramah lingkungan percepat pengendalian polusi di Jabodetabek

Selain itu BBM berkualitas rendah (seperti High Sulfur Fuel) dengan faktor emisi Carbon tinggi masih diedarkan, misalnya Pertalite 90, BBM dengan kadar belerang di atas 200 ppm tersebut memiliki faktor emisi yang tinggi dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada kendaraan berstandard Euro4/IV, demikian juga BioSolar dan DEXlite.

Dikatakannya, emisi transportasi sebagai bagian dari emisi sektor energi memberikan sumbangan GRK sekitar 27 persen (global) dan sekitar 23 persen (nasional).

Selain emisi GRK, transportasi terutama kendaraan bermotor juga berkontribusi pada emisi pencemaran udara yang sudah menjadi masalah kronis di berbagai kota besar di Indonesia; berupa gangguan kenyamanan, kesehatan masyarakat dan keselamatan lingkungan hidup.

Menurut data KPBB masalah kronis pencemaran udara ini mengharuskan warga DKI Jakarta membayar biaya medis Rp51,2 T pada 2016 atau meningkat dari 2010 sebesar Rp 38,5 triliun.

Untuk itu, tambahnya, perlu dicari solusi penurunan emisi kendaraan bermotor terpadu, sehingga memberikan makna bagi pihak-pihak –khususnya pihak-pihak yang terkait dengan kebijakan pembangunan nasional, terutama Presiden/Wakil Presiden 2024-2029 bersama tim kerjanya– dalam berkontribusi untuk percepatan penurunan emisi di sektor transportasi sejalan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Baca juga: KPBB sebut kendaraan listrik tetap rendah emisi meski pakai fosil

“Guna mengejar ketertinggalan mitigasi emisi Carbon kendaraan bermotor, maka RPJMN 2025-2029 harus berdasar grand design dengan amanat penerapan strategi trisula," ujarnya dalam sebuah diskusi tentang Grand Design Net Zero Emission Vehicle pada RPJMN 2025-2029.

Dia merinci strategi trisula tersebut yakni pelaksanaan mitigasi GRK untuk menyelamatkan dunia dari krisis iklim, membangun industri national manufacturing yang mampu menyediakan produk kendaraan bermotor dengan teknologi net-ZEV untuk memitigasi GRK secara efektif;

Serta menciptakan competitive advantage of nat’l auto-industry atas berkah sumber daya alam yang dibutuhkan sebagai raw material industri Net Zero Emission Vehicle (net-ZEV) secara global dan kepemilikan prototype Battery Electric Vehicle (BEV) atau Kendaraan BErmotor Listrik Berbasis Battery (KBLBB) karya anak bangsa.

Terkait hal itu Deputi Bidang Koordinasi Konektivitas Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah M Rachmat Kaimuddin menyatakan saat ini sedang proses adjustment RPJMN 2025-2029 dengan visi Presiden, termasuk dalam konteks adopsi net-ZEV ini dalam agenda pembangunan 5 tahun ke depan.

Dia menegaskan, bahwa agenda net-ZEV harus mampu menjadi persemaian pembangunan industri otomotif nasional dengan fokus memproduksi kendaraan beremisi nol bersih. Dengan demikian mitigasi emisi kendaraan bermotor juga memiliki multiplier effect pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Ratna Kartikasari dari Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup menyampaikan, sejak awal 2023 KLH sedang menyusun Standard Carbon Kendaraan, dengan tujuan kendaraan bermotor yang diproduksi dan dipasarkan di Indonesia memiliki tingkat emisi Carbon yang dapat dikendalikan.

Penelaah Teknis Kebijakan, Direktorat Sarana Transportasi Jalan Raya Kementerian Perhubungan Riska Bayu Putra menambahkan Kementerian Perhubungan telah menyusun peta jalan kebijakan transportasi rendah Carbon dengan mengutamakan penurunan emisi yang mencakup pengembangan transportasi massal berbasis KBLBB, peningkatan fasilitas uji tipe yang mendukung terlaksananya kebijakan net-ZEV.

Pewarta: Subagyo
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024