Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung RI pada Selasa secara resmi meluncurkan program penayangan 14 koruptor buron yang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap."Kami berharap penyebaran informasi mengenai koruptor buron melalui media massa ini dapat ditayangkan berulang-ulang," kata Jaksa Agung RI, Abdul Rahman Saleh, dalam acara buka puasa bersama tenaga ahli Kejaksaan dan pers di Sasana Pradata Kejagung, Jakarta, Selasa malam.Informasi koruptor buron itu, menurut Jaksa Agung, akan ditayangkan stasiun televisi AnTV secara intensif.Dalam kesempatan tersebut, Jaksa Agung memerinci 14 nama koruptor buron yaitu Sudjiono Timan, Eko Edi Putranto, Samadikun Hartono, Lesmana Basuki, Sherny Kojongian, Hendro Bambang Sumantri, Eddy Djunaedi, Ede Utoyo, Tony Suherman, Bambang Sutrisno, Andrian Kiki Iriawan, Harry Matalata alias Hariram Ramchmand Melwani, Nader Taher dan Dharmono K. Lawi. Jaksa Agung mengemukakan, koruptor buron pertama yang disebarkan data, identitas dan kasus posisinya adalah Sudjiono Timan, mantan Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (PT BPUI) yang dijatuhi pidana 15 tahun penjara, denda Rp50 miliar dan kewajiban membayar uang pengganti Rp369 miliar.Sudjiono yang menjabat Dirut BPUI tahun 1995 hingga 1997 itu terbukti bersalah melakukan penyalahgunaan kewenangan dengan cara memberikan pinjaman kepada Festival Company Inc. sebesar 67 juta dolar AS, Penta Invesment Ltd sebesar 19 juta dolar AS, KAFL sebesar 34 juta dolar AS, dan dana pinjaman Pemerintah (RDI) Rp98,7 miliar sehingga negara mengalami kerugian keuangan sekitar 120 juta dolar AS dan Rp98,7 miliar. Pada pengadilan tingkat pertama di PN Jakarta Selatan, Sudjiono Timan dibebaskan dari tuntutan hukum karena perbuatannya dinilai bukan tindak pidana. Menanggapi vonis bebas itu, Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi dan meminta Majelis Kasasi menjatuhkan pidana sebagaimana tuntutan terhadap terdakwa yaitu pidana delapan tahun penjara, denda Rp30 juta subsider enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp1 triliun. Pada Jumat, 3 Desember 2004, Majelis Kasasi Mahkamah Agung (MA) yang dipimpin oleh Ketua MA Bagir Manan memvonis Sudjiono Timan dengan hukuman 15 tahun penjara, denda Rp50 juta, dan membayar uang pengganti sebesar Rp369 miliar. Namun, saat Kejaksaan hendak mengeksekusi Sudjiono Timan pada Selasa, 7 Desember 2004, yang bersangkutan sudah tidak ditemukan pada dua alamat yang dituju rumah di Jalan Prapanca No. 3/P.1, Jakarta Selatan maupun rumah di Jalan Diponegoro No. 46, Jakarta Pusat dan dinyatakan buron dengan status telah dicekal ke luar negeri oleh Departemen Hukum dan HAM. Dalam publikasi koruptor buron itu, Kejaksan juga menyertakan foto berikut ciri-ciri fisik dari buronan bersangkutan untuk memudahkan masyarakat. Untuk Sudjiono Timan, pria kelahiran 9 Mei 1949 itu digambarkan sebagai orang setinggi 170 cm dengan warna kulit sawo matang, bentuk wajah oval dengan rambut lurus. Jaksa Agung mengatakan, penayangan 14 koruptor itu akan dilakukan secara acak dari daftar yang ada. "Pemilihan Sudjiono Timan sebagai koruptor buron perdana yang dipublikasikan ini bukan karena saya termasuk hakim yang memutus kasasinya," kata Abdul Rahman yang mantan Hakim Agung itu. Jaksa Agung berharap para koruptor buron itu masih bersembunyi di Indonesia, namun pihaknya juga akan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan kantor-kantor perwakilan Indonesia beserta instansi penegak hukum pada negara-negara yang dicurigai sebagai tempat persembunyian buronan tersebut. Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung I Wayan Pasek Suartha mengatakan, penayangan data dan identitas koruptor buron itu diharapkan melibatkan masyarakat umum. "Bila ada yang melihat koruptor buron itu, masyarakat dapat melapor ke Kejaksaan terdekat atau menelepon ke Kejaksaan Agung di nomor 021-723 6510," kata Pasek Suartha. Bagi pelapor, kata Kapuspenkum, tidak ada hadiah uang namun Kejaksaan akan memberikan penghargaan sebagai ucapan terimakasih atas partisipasi pelaporan keberadaan buronan tersebut. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006