Beijing (ANTARA News) - Satu bentrokan di Xinjiang, Tiongkok. tempat tinggal sebagian besar minoritas Uighur Muslim menyebabkan hampir 100 orang tewas atau cedera, kata satu kelompok di pengasingan Rabu setelah apa yang disebut pihak berwenang satu "serangan teror" terhadap satu kantor polisi dan kotapraja.
Belasan warga sipil dan penyerang tewas dan cedera dalam serangan oleh satu geng yang bersenjatakan parang dan kapak,kata media pemerintah Tiongkok Selasa malam.
"Para personil polisi di lokasi itu menembak mati belasan anggota geng itu" kata kantor berita Xinhua.
Xinhua tidak menyebutkan jumlah persis korban, dan infomasi di Xinjiang sering sulit untuk diverifikasi secara independen.
Portal Web pemerintah Xinjiang Rabu menyebut aksi kekerasan itu sebagai satu "serangan teror" yang menewaskan atau mencederai "puluhan" warga Uighur dan etnik Han.
Han adalah kelompok etnik terbesar Tiongkok, yang para anggotanya bermigrasi dalam jumlah besar ke Xinjiang dalam puluhan tahun belakangan ini.
Menguitp sumber-sumber Uighur lokal, Dilxat Raxit, juru bicara bagi Kongres Uighur Dunia (WUC), satu kelompok di pengasinan, mengatakan dalam satu surat elektronik: "Hampir 100 orang tewas dan cedera dalam bentrokan itu.
Aksi kekerasan itu terjadi, tambahnya ketika pata "warga Uighur bangkit melawan kebijakan pemerintah Tiongkok yang ekstrim dan menghadinya dengan penindasan bersenjata yang mengakibatkan jatuh korban tewas dan cedera pada kedua pihak".
Raxit sebelumnya mengataan lebih dari 20 warga Uighur tewas dan 10 orang lainnya cedera sementara sejumlah 13 personil Tiongkok yang bersenjata tewas atau cedera dan sekitar 67 orang ditahan.
Aksi kekerasan itu terjadi di daerah Shache atau Yarkand dalam bahasa Uighur, dekat pinggiran gurun Taklamakan di barat daerah luas itu.
Menurut Xinhua, aksi kekerasan itu "terorganisasi dan terencana".
Beijing biasanya menyalahkan kelompok separatis dari Xinjiang itu melakukan serangan-serangan teror yang berkembang dalam sksi luas pada tahun lalu dan meluas ke daerah terpencil dan kaya sumber alam itu.
Di antara insiden-insiden yang paling mengejutkan adalah satu serangan pada pasar ibu kota Urumqi Xinjiang Mei yang menewaskan 39 orang dan para penyerang mengamuk mengunakan parang di satu stasiun kereta api di Kunming ,Tiongkok barat daya Maret , yang menewaskan 29 orang.
Aksi kekerasan itu terjadi setelah sattu insiden tabrakan kendaraan di Taman Tiananmen, pusat simbolis Beijing Oktober tahun lalu.
Presiden Tiongkok Xi Jinping, yang mengunjungi Xinjiang akhir April, memerintahkan tindakan keras setelah insiden penusukan dan ledakan di stasiun kereta api Urumqi yang menewaskan tiga orang dan 79 orang lainnya cedra pada hari terahir kunjungannya.
Dalam kunjungan ia mengimau bagi satu strategi "serang dulu" untuk memerangi terorisme dan menyebut daerah Kashgar "garis depan Tiongkok dalam usaha-usaha-usaha anti-teroris".
Kelompok-kelompok hak asasi manusia dan para pengamat menuduh penindasan kebudayaa dan agama pemerinth Tiongkok yang mereka katakan telah meningkatkan aksi kekerasan di Xinjiang, yang berbatasan dengan Asia Tengah.
Akan tetapi, pemerintah menyatakan pihaknya telah meningkatkan pembangunan ekonomi di daerah itu dan menguatkan hak-hak minoritas dalam satu negara yang memiliki 56 kelompok etnik yang diakui.
Beijing juga mengatakan bahwa kelompok garis keras di Xinjiang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok radikal di luar Tiongkok, kendatipun banyak pengamat luar negeri skeptis, mengacu pada ketidakpuasan Uighur.
Betrokan-bentrokan yang menelan korban jiwa yang melibatkan Uighur dan polisi lokal dan personil keamanan sering terjadi.
Bulan lalu, phak berwenang wilayah itu mengatakan polisi menembak mati 13 orang setelah merea memasuki satu gedung olisi dan meledakkan bom.
Dan pada Juni tahun lalu setidaknya 35 orang tewas ketika, kata media pemerintah, "massa bersenjata parang" menyerang kantor-kantor polisi, mundur setelah ditembaki personil keamanan.
(SYS/H-RN/H-AK)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014