Aceh (ANTARA) - Segenap warga Desa Mon Ikeun, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, Aceh yang menjadi korban tsunami tahun 2004 mengaku saat ini mereka sudah lebih siap untuk menghadapi potensi bahaya bencana serupa di masa depan.

Sekretaris Desa Mon Ikeun Irma Lisa mengatakan bahwa evaluasi dari pengalaman dan peningkatan kapasitas warga desa yang berlokasi di pesisir barat Aceh ini dalam menghadapi tanda-tanda tsunami 20 tahun silam menjadi salah satu kunci kesiapan itu.

"Rembuk warga namanya itu, siapa melihat apa, air datang dari mana begitu. Didukung pula kami dapat banyak pelatihan dari pemerintah pusat, daerah, lembaga swasta, jadi optimistis Insya Allah kami lebih siap dibanding sebelumnya," kata Irma yang ditemui seusai menerima kunjungan ratusan peserta Forum Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium 20 tahun Tsunami Aceh di Lhoknga, Rabu.

Irma mengaku tsunami Samudera Hindia 20 tahun lalu itu adalah bencana yang sangat hebat dan membuat desanya hancur sampai benar-benar rata dengan tanah.

Perempuan berusia 52 tahun ini menyaksikan dengan jelas saat itu hanya dalam sekejap gelombang air laut setinggi lebih dari 27 meter datang dari arah barat menggulung apa saja yang ada di hadapannya, termasuk Desa Mon Ikeun yang berjarak hanya sekitar 50 meter dari bibir pantai terdekat.

Dari tragedi tersebut banyak warga yang meninggal dunia ataupun hilang sampai saat ini. Adapun jumlah penduduk di Desa Mon Ikeun yang tersisa sebanyak 800 jiwa dari sebelumnya sekitar 5.000 jiwa.

Irma menilai minimnya pengetahuan warga terhadap tanda-tanda datangnya tsunami menjadi salah satu faktor yang menyebabkan besarnya jumlah korban tersebut. Misalnya sejumlah warga sudah melihat pantai dan sungai yang ada di sekitar desa surut beberapa meter ke tengah dan tidak mendengar suara deburan ombak, namun warga tidak bergegas pergi menjauh karena tidak tahu itu adalah tanda-tanda akan datangnya tsunami.

"Ada dua gempa yang terjadi saat itu cukup besar hingga dinding rumah retak. Warga pun berhamburan keluar rumah berdiri di pinggir jalan tapi mereka hanya memandangi fenomena laut yang menghitam dan airnya surut. Ada waktu sebenarnya 30 menitan sebelum tsunami datang untuk pergi menjauh, tapi tidak sempat lagi," kata Irma.

Ia selamat dari maut karena saat itu suaminya memiliki firasat buruk di balik tanda-tanda alam yang ada, sehingga mereka pergi menggunakan motor untuk menjauh hingga sekitar 8 kilometer dari desa.

Peserta Forum Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium melihat peta evakuasi tsunami yang disiapkan warga Lhoknga, Aceh Besar, di Kantor Kecamatan Lhoknga, Rabu (13/11/2024). ANTARA/M Riezko Bima Elko Prasetyo

Saat ini warga Desa Mon Ikeun sudah memiliki bekal pengetahuan individu dan kelompok yang cukup baik, termasuk memiliki kelengkapan peralatan peringatan dini bencana gempa dan tsunami yang disiapkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Besar dan Badan Meteorologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG). Bahkan juga memiliki peta zona rawan tsunami, inventaris jumlah dan sebaran penduduk di zona bahaya, petugas siaga, serta memiliki sarana informasi untuk evakuasi lengkap dengan rambu-rambunya.

Atas kelengkapan tersebut, Desa Mon Ikeun menjadi salah satu dari 22 desa di Indonesia yang diakui sebagai bagian dari komunitas masyarakat di dunia yang berkompeten dalam menghadapi bencana tsunami dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

"Kami berterima kasih kepada pemerintah, dan UNESCO atas kepeduliannya. Kami pemerintah desa berkomitmen untuk terus menerus menyosialisasikan, memberikan edukasi dan pelatihan kepada warga Mon Ikeun tentang cara menghadapi bencana," kata dia.

Baca juga: Kesaksian Keuchik Syukur sambut peringatan 20 tahun tsunami Aceh
Baca juga: BPBD: Dua gampong di Aceh Besar raih sertifikat siaga tsunami

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024