Jakarta (ANTARA) - Menteri Agama Nasaruddin Umar meminta agar penjaminan mutu pesantren yang disusun Majelis Masyayikh tidak berpatokan pada sistem pendidikan sekolah umum/formal, tetapi tetap berbasis pada keagamaan.
"Ukurlah pondok pesantren itu dengan ukurannya sendiri. Metodologi atau mungkin kita mulai dari ontologi, epistemologi, dan aksiologi di pondok pesantren itu sangat berbeda dengan perguruan atau sekolah tinggi atau universitas," kata Menag dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Pernyataan Menag Nasaruddin Umar tersebut disampaikan saat kick off program Majelis Masyayikh "Siap Melayani" di Jakarta.
Menag menyatakan dukungannya terhadap upaya Majelis Masyayikh untuk terus meningkatkan kualitas mutu pendidikan pesantren.
Sebagai orang yang besar di pesantren, Menag melihat sesuatu yang perlu diperkuat adalah sistem pendidikan yang berbasis pada ilmu ketuhanan.
"Dalam mengukur pondok pesantren, kita jangan larut dengan ukuran-ukuran yang dibuat lembaga-lembaga yang sekuler, lembaga-lembaga yang dibentuk untuk kepentingan yang sangat pragmatis," katanya.
Menag menjelaskan di sekolah-sekolah formal, baik umum maupun yang di bawah Kementerian Agama, metodologi atau pengukuran kualitas mutunya menggunakan ukuran formalitas. Hal itu berbeda dengan pesantren yang menggunakan pendekatan agama.
"Saya memberikan satu contoh konkret, di pondok pesantren itu kita tidak hanya diajarkan bagaimana memahami Al Quran sebagai kitab Allah, tetapi juga diajarkan bagaimana memahami Al Quran sebagai Kalamullah, tentu itu berbeda," kata dia.
Karena itu, demi meningkatkan kualitas pendidikan pesantren, Menag berharap agar spiritualitas pesantren kembali dihidupkan seperti dulu. Jangan sampai terkontaminasi dengan pendidikan formal yang saat ini hanya mengandalkan otak kiri atau rasionalitas saja.
"Jangan kita terlalu larut dengan metodologi alat-alat ukur modern dan mengukur pondok pesantren dengan itu. Nanti terjadi semacam pendangkalan spiritual di kalangan pondok kita," kata dia.
Menurut dia, ilmu rasional yang biasa dipelajari di sekolah formal itu hanya sebagian dari ilmu yang diberikan Tuhan. Ia mengatakan sekolah adalah tempat mendapat ilmu dari guru, sedang pesantren tempat mempelajari ilmu dari Allah, karena guru atau mursyid hanya perantara dari ilmu Allah.
"Jadi mari kita kembali membenahi kurikulum kita di pondok pesantren. Jangan sampai nanti kita terkontaminasi oleh tolak ukur pendidikan formal sehingga kita tidak mempelajari Al Quran sebagai Kalamullah, hanya mempelajarinya sebagai Kitabullah," kata dia.
Baca juga: Majelis Masyayikh luncurkan aplikasi penjaminan mutu bagi pesantren
Baca juga: Penjaminan mutu dinilai penting untuk tingkatkan kualitas pesantren
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024