Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI meminta pemerintah segera mempercepat upaya penyelamatan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL) sebagai pelayanan publik perlindungan industri tekstil dalam negeri beserta tenaga kerjanya, setelah perusahaan tersebut dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.

Dalam acara fasilitasi di Kantor PT Sritex, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (12/11), Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyatakan pihaknya menaruh atensi khusus dalam percepatan penanganan Sritex, sebab status pailit telah berdampak langsung pada pemblokiran oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai sehingga tidak ada transaksi barang masuk maupun keluar.

"Kami mendorong pemerintah untuk melakukan berbagai upaya percepatan dalam penyelesaian permasalahan ini untuk mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di Sritex," ujar Yeka seperti dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Menurutnya, status pailit telah berdampak pada keputusan merumahkan sementara sebanyak 2.500 karyawan Sritex dan jumlah tersebut akan terus bertambah jika izin usaha tidak segera diberikan sebagai hasil dari proses kasasi yang sedang berjalan di Mahkamah Agung (MA).

Selain itu, kata dia, ketersediaan bahan baku produksi Sritex yang tersisa diperkirakan akan habis dalam tiga minggu ke depan, sehingga kemungkinan timbul potensi PHK besar-besaran, mengingat tidak ada lagi yang dapat dikerjakan oleh karyawan.

"Jadi, diperkirakan PHK besar-besaran akan terjadi 3 minggu ke depan," ucap dia.

Yeka mengungkapkan pailitnya Sritex mengisyaratkan adanya potensi malaadministrasi dalam pelayanan publik mengingat prosedur putusan pailit yang dinilai tidak mempertimbangkan segala aspek dan asas kepentingan umum.

Dirinya mengkhawatirkan hal tersebut akan menimbulkan efek domino yang besar pada penyelenggaraan pelayanan publik sektor industri, perdagangan, dan ketenagakerjaan, yang secara lebih lanjut akan membawa keterpurukan sektor itu.

Untuk itu selain mempercepat penyelamatan Sritex, Ombudsman juga mendesak adanya peninjauan atas kebijakan dan Undang-Undang (UU) Kepailitan, yang dinilai berpotensi menimbulkan malaadministrasi di masa depan.

Secara khusus kepada Kementerian Perdagangan, Ombudsman meminta untuk mengambil langkah kebijakan yang lebih ketat guna meningkatkan daya saing produk dalam negeri serta menanggulangi maraknya impor ilegal yang terjadi di Indonesia.

Dia menilai fenomena tersebut tidak hanya mengancam pelaku industri lokal, tetapi juga dapat mengganggu ekosistem perdagangan secara keseluruhan di tingkat global.

Dengan kebijakan yang lebih ketat, sambung dia, diharapkan dapat mendorong pelaku usaha dalam negeri untuk berkembang serta membatasi masuknya produk impor yang dapat merusak daya saing produk lokal, terutama pada sektor tekstil dalam negeri yang rentan terhadap serbuan produk impor murah dari luar negeri.

Terkait hal tersebut, Ombudsman akan menyampaikan masukan langsung kepada Presiden RI agar pemerintah dapat mengambil tindakan segera.

Adapun fasilitasi dilakukan Ombudsman melakukan fasilitasi bersama para pihak terkait, di antaranya Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto; Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim; Direktur Bina Pengawas Ketenagakerjaan dan Penguji K3 Kementerian Ketenagakerjaan Rinaldi Umar; serta Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Adie Rochmanto Pandiangan.

PT Sritex dinyatakan pailit oleh PN Niaga Semarang berdasarkan putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

Sritex beserta tiga anak usahanya, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya dinilai telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya.
Baca juga: Ombudsman RI rekomendasikan skema PBI untuk pekerja informal rentan
Baca juga: Sritex tegaskan tidak ada PHK pada pekerja
Baca juga: Komisi VII dukung langkah pemerintah tunda PHK karyawan PT Sritex

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024