Palu (ANTARA) - Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Profesor Muhammad menyatakan lobi-lobi dari penyelenggara Pemilu merupakan bagian dari pelanggaran kode etik berat.

"DKPP menilai berdasarkan fakta persidangan. Kalau ada yang bisa membuktikan itu merupakan pelanggaran etik berat," katanya dihubungi dari Palu, Rabu.

Menurut dia, jika pengadu dapat membuktikan adanya upaya lobi-lobi itu maka penyelenggara Pemilu dapat dikenakan sanksi telah melanggar asas jujur, sebagai kode etik yang mendasar.

"Bisa juga masuk dalam dalam kategori telah memanfaatkan kuasa relasi yang tidak seimbang," ujarnya.

Baca juga: DKPP gelar sidang etik dugaan pelanggaran ketua dan anggota KPU Poso

Hal itu disampaikan Muhammad di Jakarta, Rabu, saat dimintai tanggapan terkait diadukannya anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tengah Christian Adiputra Oruwo di DKPP RI.

Dalam sidang DKPP di Kantor Bawaslu Sulteng, Selasa (29/10), terungkap Christian diduga telah memanfaatkan kekuasaannya untuk melobi pengadu agar mencabut laporannya di DKPP.

Muhammad yang juga mantan Ketua Bawaslu RI itu menegaskan DKPP tidak terikat dengan adanya upaya pencabutan laporan. Dia mencontohkan saat ada pelapor atau pengadu yang mencabut laporannya, tetapi DKPP menemukan bahwa ada indikasi kuat, tetap saja laporan itu dapat diperiksa oleh DKPP.

Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu dalam Pasal 6 ayat (1) disebutkan untuk menjaga integritas dan profesionalitas, Penyelenggara Pemilu wajib menerapkan prinsip Penyelenggara Pemilu. Ayat (2) menjelaskan Integritas Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada prinsip (a) jujur maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu didasari niat untuk semata-mata terselenggaranya Pemilu sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa adanya kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan.

Sebelumnya, Christian menjadi teradu VI dalam perkara Nomor 235-PKE-DKPP/IX/2024 yang diadukan Rofiqoh Is Machmoed dengan memberikan kuasa kepada Ishak P Adam dan kawan-kawan.

Rofiqoh juga mengadukan Muh Ridwan Daeng Nusu, Mansur, Roni Matindas, Alfred Sabintoe, dan Dewi Yul Nawawi (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Poso) sebagai Teradu I sampai V.

Hal itu dikuatkan oleh principal atau pengadu Rofiqoh Is Machmoed, pada beberapa bulan sebelumnya, dia menghadap DPD Partai Demokrat Provinsi Sulteng.

Rofiqoh mendapatkan penyampaian dari Direktur Eksekutif Daerah Partai Demokrat Sulteng Zarkasi bahwa Christian minta difasilitasi bertemu dengannya.

“Saya sampaikan kepada pihak partai, bisa bertemu, tetapi saya didampingi oleh penasihat hukum,” ujarnya.

Menurut Rofiqoh, pertemuan itu tidak terjadi. Tetapi, berselang beberapa waktu, dia mendapatkan kiriman pesan dari Zarkasi, yang mengatakan bahwa pesan itu dari Christian.

“Yang isinya, bahwa bersangkutan minta difasilitasi dan meminta kepada saya agar pengaduan atau gugatan saya dicabut, itu isi chatnya,” ungkapnya.

Terkait hal itu, teradu VI Christian membenarkan jika ada pesan antara dirinya dengan LO Partai Demokrat. Dia pun membacakan isi pesan lengkap tertanggal 13 Agustus 2024.

“Kami menyampaikan yang sebenarnya bunyinya, tolong dibantu komunikasi berkaitan dengan laporan DKPP di KPU Poso, dan saya yang dilaporkan oleh caleg Demokrat atas nama ibu Rofiqoh, terkait penggantian calon terpilih pascaputusan Bawaslu, jika berkenan supaya dicabut laporannya,” kata Christian.

Menurut dia, pesan WhatsApp itu disampaikan setelah adanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yakni gugatan dari penggugat tidak dapat diterima.

Sementara itu, Kuasa Hukum Rofiqoh menyatakan bahwa bukti pesan itu tidak ada kaitannya dengan sengketa tata usaha negara, dan dalam pesan itu sangat jelas laporan ke DKPP.

Baca juga: Anggota KPU Sulteng Christian Oruwo jalani sidang etik DKPP RI
Baca juga: DKPP RI beri sanksi peringatan kepada tiga penyelenggara pemilu
Baca juga: DKPP: Persoalan utama bukan kemampuan teknis, melainkan integritas

Pewarta: Fauzi
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024