Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyelaraskan praktik regulasi produk obat terapi lanjutan (ATMP) dengan standar internasional yang diakui, sebagai bentuk komitmen untuk mengawal potensi ATMP dalam pengobatan yang transformatif.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, Kepala BPOM, Taruna Ikrar menyebutkan bahwa standar-standar tersebut, antara lain WHO Technical Report Series (TRS), International Council for Harmonisation (ICH), dan pedoman ASEAN.
"Pedoman-pedoman tersebut membentuk dasar ilmiah untuk memberi persetujuan izin pemasaran dengan menunjukkan kualitas, keselamatan, serta khasiat obat dan vaksin, yang pada akhirnya melindungi kesehatan masyarakat," katanya.
Baca juga: Dokter dunia bahas pengembangan sel punca dan terapi gen
Dia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki peta jalan ATMP, yang diharapkan dapat menguraikan arah strategis dan kerangka regulasi untuk ATMP agar regulasi yang dibentuk kuat dan adaptif, mengutamakan keselamatan pasien, mendorong inovasi, dan selaras dengan standar global.
“Sejalan dengan itu, untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas proses regulasinya, BPOM telah mengimplementasikan layanan publik digital," katanya.
Melalui sistem Online Single Submission (OSS), pemohon dapat mengajukan pendaftaran produk, sertifikasi good manufacturing practice (GMP) dan good distribution practice (GDP), serta izin ekspor-impor dalam satu platform.
Selain melalui regulasi, katanya, pihaknya juga terus melakukan pembinaan untuk menjamin terbangunnya lingkungan regulasi yang menjunjung tinggi standar keselamatan publik.
“Bersama-sama, mari kita terus bekerja menuju masa depan, dimana terapi lanjutan yang aman, efektif, dapat dengan mudah diakses oleh mereka yang membutuhkan,” ucapnya.
Sementara itu, Program Lead for the Indo-Pacific Regulatory Strengthening Program Therapeutic Goods Administration (TGA) Australia Natasha Brockwell menjelaskan pihaknya telah mengambil langkah signifikan dalam mengatur terapi sel dan jaringan, seperti pengobatan yang menggunakan sel punca.
Langkah-langkah yang dimaksud, katanya, mencakup adanya pembatasan terhadap penggunaan terapi eksperimental.
"TGA juga bekerja sama dengan tenaga medis, institusi penelitian, dan penyedia layanan kesehatan untuk memberikan pendidikan yang tepat mengenai potensi manfaat dan risiko dari terapi sel dan jaringan. Juga berfokus pada perlindungan pasien dengan memastikan bahwa terapi sel dan jaringan hanya digunakan dalam konteks yang terbukti secara ilmiah aman dan efektif," kata Natasha.
Taruna Ikrar hadir sebagai pembicara pada kegiatan Workshop Regulatory Oversight for Advanced Therapy Medicinal Products (ATMP), Senin (11/11).
Baca juga: Menguak potensi dan tantangan terapi sel punca
Baca juga: Terapi sel punca bisa kurangi nyeri tulang belakang hampir 100 persen
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Centre of Regulatory Excellence (CoRE) di Duke-NUS Medical School Singapura dan didukung oleh Asian Development Bank bekerja sama dengan BPOM.
Dalam kegiatan yang dilaksanakan selama 4 hari ini, peserta diajak untuk membahas berbagai aspek penting mengenai regulasi ATMP.
Fokus materi yang dibahas adalah pada kompetensi yang dibutuhkan untuk manajemen regulasi, evaluasi chemistry, manufacturing, and controls (CMC), studi klinis, dan kontrol setelah pemasaran, termasuk farmakovigilans.
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024