Hal ini penting agar kinerja DPR nantinya bisa secara tepat menjawab permasalahan di masyarakatJakarta (ANTARA) - Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Christina Clarissa Intania mengatakan bahwa penentuan rancangan undang-undang (RUU) yang akan dijadikan prioritas pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 perlu mempertimbangkan aspek kebutuhan hukum masyarakat.
"Saat mendiskusikan untuk menetapkan RUU yang menjadi prioritas di Prolegnas 2025 nanti, aspek-aspek seperti kebutuhan hukum yang nyata di masyarakat dan urgensi-nya terhadap kemaslahatan orang banyak perlu juga menjadi pertimbangan," kata Christina dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Dia juga menyoroti RUU yang sudah lama masuk prolegnas, tetapi belum kunjung disahkan, seperti RUU Masyarakat Adat dan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Oleh sebab itu, menurut Christina, perlu pengaturan agenda (agenda setting) dalam internal komisi di DPR.
"Hal ini penting agar kinerja DPR nantinya bisa secara tepat menjawab permasalahan di masyarakat," ujarnya.
Lebih lanjut, Christina mengatakan, DPR sudah memiliki komposisi personel dan alat kelengkapan baru, terutama Badan Aspirasi Masyarakat, sehingga seharusnya bisa menjadi motivasi untuk berinovasi dalam manajemen penyusunan RUU yang efektif dan mengedepankan partisipasi bermakna.
Baca juga: Legislator nilai RUU PPRT penting jamin perlindungan-kesejahteraan PRT
Baca juga: Komisi III serahkan rancangan KUHAP ke Baleg untuk Prolegnas 2025
Baca juga: Komisi III pertimbangkan RUU Narkotika masuk Prolegnas 2025
"DPR hanya perlu untuk mau beradaptasi dan berbenah untuk sistem teknis penyusunan RUU dan pelibatan publik yang lebih akomodatif dan efektif ke depannya. Publik memiliki ekspektasi yang sangat tinggi untuk partisipasi bermakna, kualitas draf RUU yang lebih baik juga," ujar dia.
Selain itu, mengingat komposisi kementerian yang baru berpengaruh terhadap perubahan koordinasi mitra di DPR, Christina mengatakan bahwa masing-masing komisi perlu melakukan koordinasi yang baik.
"Manajemen stakeholder (pemangku kepentingan) menjadi salah satu kunci suksesnya koordinasi antara DPR dan mitra pemerintahan yang baru, selain juga antara alat kelengkapan dan komisi di DPR serta segenap jajarannya, termasuk Sekretariat Jenderal DPR itu sendiri," imbuhnya.
Ditekankan pula oleh Christina bahwa publik perlu ikut aktif menyuarakan isu yang penting untuk disorot DPR sebagai bentuk cerminan kebutuhan hukum di masyarakat. Di sisi lain, DPR juga perlu aktif berdialog dengan pihak-pihak terkait untuk menetapkan daftar prolegnas, tidak hanya dengan pemerintah.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024