Anggota Komisi VIII DPR RI Abdul Azis Sefudin meminta Kementerian Sosial (Kemensos) memastikan para pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) bekerja di domisilinya masing-masing.
Menurut Azis, dengan bekerja sesuai domisili itu, pendamping PKH dapat maksimal dalam memahami potensi yang dimiliki daerahnya sehingga dapat menguatkan pemberdayaan masyarakat untuk mencapai peningkatan kesejahteraan hidup.
"Sebenarnya, kalau mereka bekerja sesuai domisili mereka paham potensi-potensi daerah tersebut," kata dia dalam Rapat Kerja Komisi VIII bersama Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Lebih lanjut, Azis menyampaikan ada keluhan bahwa sejumlah pendamping PKH yang berdomisili di Kecamatan Tanggeung, Cianjur, Jawa Barat yang justru ditempatkan di Kecamatan Takokak.
"Hari ini, saya lihat ada keluhan bahwa penempatan (pendamping PKH) berdasarkan domisili ini tidak sesuai. Misalnya dari Tanggeung, Cianjur, Jawa Barat dapil (daerah pemilihan) saya, ditugaskan di Takokak, Cianjur," ucapnya.
Oleh karena itu, menurut Azis, sudah sepatutnya Kemensos mengatasi hal itu agar implementasi PKH dapat berjalan lebih baik.
Diketahui, pendamping PKH adalah seorang tenaga pendamping yang bertugas untuk memberikan bantuan, pendampingan, dan pelatihan kepada keluarga penerima manfaat Program Keluarga Harapan. PKH merupakan program bantuan sosial yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga di Indonesia.
Berikutnya, Azis menyoroti pula soal potensi bantuan sosial dijadikan sebagai alat politik di masa Pilkada 2024 oleh oknum tertentu untuk memenangi kontestasi. Ia lalu mengharapkan Kemensos dapat mengatasi pula hal tersebut.
"Terakhir, semoga, harapan saya, program bantuan sosial, PKH, dan lainnya tidak menjadi alat politik di masa pilkada pada hari ini. Biarkan rakyat yang memilih pemimpinnya berdasarkan hati nuraninya," kata dia.
Hal senada juga telah disampaikan oleh anggota Komisi VIII DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana. Ia mengingatkan Kementerian Sosial agar mencegah bantuan sosial (bansos) yang disalurkan oleh kementerian tersebut justru dimanfaatkan sebagai alat politik oleh oknum tertentu.
"Jangan sampai program-program yang pada intinya untuk mengentaskan kemiskinan itu, ini dipakai kepada unsur politik, apalagi sekarang pilkada," ujar Kariyasa.
Menurut dia, momentum pelaksanaan pilkada seperti saat ini berpotensi memunculkan kasus politisasi bansos agar oknum-oknum tertentu dapat memenangi pilkada.
"Karena kita tahu, sekarang lagi pilkada sangat ramai-ramai, ujung-ujungnya kalau itu dikasih sembako dan sebagainya itu berpengaruh terhadap bagaimana memimpin yang terbaik di masing-masing daerah, baik bupati, kemudian gubernur," ucap dia.
Sejalan dengan itu, Kariyasa mengingatkan Kemensos bahwa penyaluran bansos harus berdasarkan data yang dimiliki oleh kementerian tersebut, bukan data-data dari tokoh politik tertentu.
Baca juga: Kemendes: Kolaborasi pendamping desa penting percepat desa mandiri
Baca juga: Mensos ingatkan pendamping PKH untuk kerja ikhlas sejahterakan warga
Baca juga: Kemendes: Kolaborasi pendamping desa penting percepat desa mandiri
Baca juga: Mensos ingatkan pendamping PKH untuk kerja ikhlas sejahterakan warga
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024