Jakarta (ANTARA) -
Menurut Agus, berdasarkan pengalaman menjadi Sekretaris Utama (Sestama) di Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan Sekjen Kemenhan pada periode 2019-2020, membuat dirinya sadar betapa pentingnya penguasaan ruang lingkup pekerjaan guna memberikan informasi akurat serta pertimbangan yang matang kepada atasan.
"Sebagai orang kedua atau staf dari menteri harus berani dan siap selalu untuk menghadap atasan untuk menyampaikan berbagai hal, jadi jangan sampai menteri mendapatkan masukan dari bawahan hanya karena asal bapak senang," kata Agus usai peluncuran dan bedah buku miliknya yang berjudul Memoar Jejak Langkah Sang Perwira: Pengambilan Keputusan di antara Ketidakpastian di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Mantan Sekjen Kemhan: Ekonomi dan pertahanan tak bisa dipisahkan
Ia membeberkan seorang pejabat di level menengah tidak boleh memutus komunikasi dengan top management, hanya karena tidak berani mengambil keputusan atau tidak berani menanyakan pertimbangan ataupun alasan pengambilan kebijakan kepada atasan.
Agus membeberkan seorang pejabat menengah harus selalu berkomunikasi dan menyampaikan laporan terkait berbagai hal yang menyangkut aspek struktural kepada menteri atau atasan. Sebab, menteri atau kepala badan biasanya adalah jabatan politis, sehingga sebagai orang kedua atau ketiga di bawah atasan harus benar-benar bisa menyampaikan tentang kondisi yang ada.
"Biasanya yang banyak kejadian di kementerian/lembaga di Indonesia itu pengambilan keputusan dan perencanaan yang tidak pas dikarenakan perubahan kebijakan dan pada akhirnya berakibat buruk bagi yang menandatangani kontrak atau mengambil kebijakan," ujar perwira Korps Elektronika pertama yang menjadi Laksdya atau jenderal bintang tiga di TNI AL tersebut.
Agus mengatakan bahwa dalam mengelola pemerintahan atau lembaga dibutuhkan perencanaan yang matang oleh seorang pemimpin, sehingga di situlah peran pejabat menengah untuk memberikan informasi atau kondisi secara detail dan jelas tanpa perlu takut untuk mengemukakan kepada atasan.
Sementara itu, dalam buku karya Agus Setiadji yang berjumlah delapan BAB, dia juga memberikan sejumlah panduan bagaimana seorang pejabat TNI AL atau Kemenhan harus mengambil keputusan sulit di tengah banyak pertimbangan yang pelik.
Agus yang juga mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan itu mencontohkan saat dirinya menjabat Sestama di Bakamla pada 10 Desember 2017.
Pada 14 Desember atau empat hari setelah dia dilantik, terjadi operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan pejabat tinggi di lembaga tersebut.
"Pada saat saya harus mengambil kebijakan yang sulit walaupun tidak populer, contohnya adalah alokasi anggaran yang seharusnya sudah didistribusikan, saya setop semua karena kalau tidak, itu akan merugikan keuangan negara. Jadi itu salah satu keputusan sulit di tengah ketidakpastian kondisi yang saya ambil," ujar dia.
Baca juga: Penjualan MV-22 Osprey, mantan Sekjen Kemhan: Klaim sepihak AS
Baca juga: Indonesia terus berupaya tingkatkan industri pertahanan dalam negeri
Baca juga: Sestama Bakamla buka SOM Bakamla dan ABF
Pewarta: Donny Aditra
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024