Jadi secara sederhana dapat dikatakan, jika supremasi hukum yang inklusif ditegakkan, maka berarti kita sudah membenahi 44 persen aset
Jakarta (ANTARA) - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menegaskan pentingnya reformasi hukum yang inklusif untuk memberdayakan rakyat guna memperkuat ketahanan demokrasi dalam menuju Indonesia Emas 2045, yakni Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, makmur, dan merata.

Hal itu disampaikan Mahfud dalam sambutannya pada HDF 2024-Pidato dan Panel Kebangsaan di Jakarta, Selasa.

Awalnya dia mengatakan bahwa penegakan hukum sangat penting di Indonesia, karena mencakup 44 persen dari seluruh aset negara.

Bank Dunia melalui laporannya Where is the Wealth of Nations menyebutkan bahwa dari 100 persen aset negara, hanya 23 persen yang merupakan kekayaan atau aset berwujud, yaitu kekayaan alam dan modal.

Sementara yang 77 persen itu adalah aset yang tidak berwujud. Dari 77 persen itu, yang 44 persen-nya adalah penegakan hukum.

"Jadi secara sederhana dapat dikatakan, jika supremasi hukum yang inklusif ditegakkan, maka berarti kita sudah membenahi 44 persen aset," kata Mahfud.

Baca juga: Menko Yusril: Reformasi hukum sesuaikan praktik kejahatan modern

Baca juga: Wamen Hukum ajak kolaborasi antarlembaga untuk reformasi hukum


Sehingga sisanya yang terdiri dari banyak sub-aset akan lebih mudah ditangani. Bahkan, penanganannya bisa bersifat ad hoc yang diselesaikan secara cepat.

Di lain sisi, Mahfud mengungkapkan menjelang akhir tugas pemerintahannya selaku Menko Polhukam, dirinya di tahun 2023 menyerahkan satu naskah pencepatan reformasi hukum yang disusun oleh tim ahli yang terdiri dari akademisi, praktisi hukum, dan aktivis masyarakat sipil.

Dia mengaku naskah tersebut telah diterima Presiden Ke-7 RI Joko Widodo dan akan ditindaklanjuti sebagai sumbangan kepada pemerintahan baru.

Adapun naskah tersebut memuat berbagai teori pembangunan demokrasi dan hukum yang sudah dibahas dan diseminarkan dalam forum-forum ilmiah hingga dianalisis oleh berbagai kampus sejak Indonesia melakukan reformasi pada tahun 1998.

"Dapat dikatakan sampai semua teori sudah dimasukkan ke dalam berbagai undang-undang dan kebijakan pemerintah. Ibarat-nya sudah habis teori di gudang, karena sudah dibedah dan dipertimbangkan untuk mendiagnosa penyakit demokrasi dan hukum di Indonesia," ujarnya.

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024