Jangan sampai Indonesia menjadi pasif dalam keanggotaannya di BRICS
Jakarta (ANTARA) - Mantan Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa menyampaikan bahwa Indonesia harus mempunyai pengaruh jika telah resmi tergabung dalam keanggotaan aliansi Brazil, Russia, India, China, dan South Africa (BIRCS).

Menurutnya, ketika Indonesia mengajukan keanggotaan BRICS, Indonesia harus memiliki tujuan, visi dan misi yang jelas agar mampu menjadi pemain dalam forum internasional.

"Apa yang ingin kita capai dalam BRICS ini, we have to know what our mission is, what our objectives are, kalau tidak seolah-olah keanggotaan itu sendiri sudah dianggap sebagai suatu capaian dan akhirnya kita hanya make up the numbers, hanya menjadi bagian dari BRICS," kata Marty dalam Indonesia Knowledge Forum XIII 2024, yang digelar di Jakarta, Selasa.

Marty menilai langkah diplomasi Indonesia untuk menjadi anggota BRICS sudah menjadi awalan yang positif bagi Indonesia untuk memainkan peran lebih di panggung Internasional.

Meskipun demikian, ada catatan atas risiko yang timbul dari keanggotaan BRICS. Marty mewanti-wanti bahwa jangan sampai Indonesia menjadi pasif dalam keanggotaannya di BRICS. Hal ini mengingat BRICS sendiri diinisiasi oleh lima negara utama, yakni Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan, di mana negara-negara tersebut otomatis menjadi "pertama di antara yang sederajat” atau “first among equals”.

Dirinya berharap Indonesia tetap dapat mengambil keputusan secara independen sesuai dengan kepentingan nasional tanpa dipengaruhi negara-negara utama BRICS tersebut. Bahkan, harapannya Indonesia menjadi memengaruhi pengambilan keputusan.

"Ada semacam mereka lah (BRICS) pendiri, dan mereka lah pemegang pintunya, siapa yang masuk dan siapa yang keluar. Jadi berbeda dengan ASEAN misalnya, ASEAN plus, ASEAN plus China, ASEAN plus Korea. Kita bagian dari ASEAN ini sendiri. Kalau ini, kita sebagai partner saat ini, partner dari BRICS,” jelas Menlu periode 2009-2014 tersebut.

Selain itu, kemitraan Indonesia dengan negara-negara anggota BRICS harus dijadikan peluang untuk mengoptimalkan kerja sama di bidang ekonomi. Misalnya, dalam aspek perdagangan internasional yang mana diversifikasi perjanjian dagang antarnegara menjadi hal yang krusial.

"Semua ini harus dimanfaatkan untuk perdagangan internasional. Yang pasti, apapun yang kita selesaikan, yang ingin mencapai tujuan karena kesemuanya ini harus disampaikan kepada negara kita, melalui diplomasi, melalui dialog," ujarnya.

Adapun Indonesia telah mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus pada 23--24 Oktober 2024. Dalam pertemuan tersebut, Indonesia melayangkan surat expression of interest yang menandai langkah resmi Indonesia untuk mendaftar keanggotaan BRICS.

BRICS merupakan organisasi kerja sama ekonomi yang terdiri atas lima anggota negara utama: Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Sementara, ada lima negara tambahan lain yang resmi bergabung, yakni Arab Saudi, Etiopia, Iran, Uni Emirat Arab, dan Mesir.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Sugiono mengatakan langkah Indonesia menjadi anggota BRICS merupakan pengejawantahan politik luar negeri nasional yang berasaskan nilai bebas aktif.

Indonesia memandang BRICS sebagai wahana yang tepat untuk memajukan kepentingan negara-negara Selatan global (global South).

Baca juga: Masa depan ekonomi Indonesia di era BRICS
Baca juga: Sejumlah manfaat aspek finansial bila Indonesia bergabung ke BRICS
Baca juga: Ekonom: Keanggotaan BRICS naikkan daya tawar RI di depan OECD

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024