Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Riset Pendidikan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Trina Fizzanty mengatakan bahwa perundungan (bullying) yang terjadi di sekolah merupakan permasalahan yang harus menjadi perhatian serius demi mewujudkan Generasi Emas Indonesia pada tahun 2045.

Apabila tercipta kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak-anak untuk menjadi generasi yang merasa nyaman di sekolah, ia mengingatkan dampak buruk akan dituai pada kemudian hari.

“Masalah perundungan ini bukan main-main. Ini masalah anak kita yang menjadi tumpuan kita untuk 2045 menjadi Indonesia Emas,” kata Trina dalam gelar wicara TVRI di Jakarta, Selasa.

Oleh sebab itu, ujar Trina, penting bagi sekolah untuk menciptakan lingkungan dan suasana yang tidak hanya nyaman tetapi juga aman dan ramah bagi anak-anak sehingga mereka merasa bahagia selama mengikuti pembelajaran.

Baca juga: Antisipasi perundungan di sekolah dengan perbanyak kamera pengawas

Ia menjelaskan perundungan merupakan perilaku agresif yang biasanya dilakukan secara berulang oleh pelaku kepada korban. Perundungan, baik psikis maupun fisik, muncul karena adanya relasi sosial yang tidak setara.

Trina mengatakan bahwa anak yang menjadi pelaku perundungan bisa jadi didorong faktor keluarga di mana dirinya mendapatkan perlakuan yang sama di dalam keluarganya. Faktor pendorong juga dimungkinkan dari lingkungan sekolah di mana anak memandang teman-temannya lebih rendah dari dirinya.

Untuk mencegah anak menjadi pelaku perundungan, Trina menekankan pentingnya pendidikan inklusif sehingga anak-anak memahami adanya keragaman sosial, ekonomi, maupun kondisi fisik sebagai bagian dari dunia yang harus dihadapi. Selain itu, pendidikan karakter perlu diinternalisasi secara mendalam sehingga nilai-nilai Pancasila dapat diterapkan siswa dalam kesehariannya.

“Kita perlu cari apa penyebab atau akar masalahnya (yang tidak semata-mata menyalahkan anak). Sehingga nanti ketika penanganannya pun, kita tidak menyasar sesuatu yang kemudian menimbulkan masalah baru atau tidak menyelesaikan masalah,” kata dia.

Baca juga: Wapres: Jangan ada lagi perundungan murid dan kriminalisasi guru

Pada pelaku perundungan dengan relasi yang lebih tinggi dari korban, seperti guru dan dosen, Trina menekankan pentingnya membangun kesadaran mengenai kode etik profesi. Selain itu, perlu ada hukuman atau sanksi yang memberikan efek jera pada pelaku dewasa.

Trina mengingatkan bahwa korban perundungan akan mengalami dampak psikis yang tidak boleh diremehkan mulai dari perasaan rendah diri hingga merasa tidak berguna. Hal ini tentu sangat berbahaya.

Perundungan termasuk salah satu dari bentuk kekerasan yang telah dipaparkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023. Mengenai pencegahan dan penanganan, peraturan tersebut juga telah mengamanahkan pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di lingkungan satuan pendidikan.

Trina mengatakan peraturan tersebut harus betul-betul dipahami oleh semua pihak termasuk pihak sekolah, guru, orang tua, hingga peserta didik. Dinas Pendidikan setempat juga memiliki peran untuk terus menyosialisasikan peraturan tersebut ke institusi-institusi pendidikan sehingga semua pihak bekerja sama untuk mencegah dan menyelesaikan masalah perundungan.

Baca juga: Psikolog: Segera cari bantuan jika alami kekerasan di sekolah

“Tentu tidak hanya Dinas Pendidikan. Sebenarnya lembaga-lembaga yang punya perhatian terhadap pendidikan itu juga banyak. Jadi, mari sebenarnya kita bisa sama-sama menyosialisasikan hal tersebut. Bukan sosialisasi saja sebenarnya, kita membangun institusi sekolah yang memang didukung untuk menyelesaikan dan mencegah masalah perundungan,” kata Triana.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024