Menurut ia, santri pondok pesantren dapat menjadi salah satu pihak yang berperan dalam strategi tersebut.
"Pelibatan santri diharapkan sebagai agen perubahan dalam memberikan informasi atau teladan kepada masyarakat melalui akhlak yang mulia," kata Nita dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan salah satu contoh penerapan tersebut adalah di lingkungan Cilincing, Jakarta Utara, yang melibatkan santri Pondok Pesantren Bina Cipta Insani.
"Hal ini dilakukan karena maraknya tawuran warga Cilincing mengakibatkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, bahkan kenakalan remaja tersebut menimbulkan korban jiwa," ujarnya.
Baca juga: Pengamat nilai pemolisian masyarakat segagasan dengan ronda keliling
Menurut Nita, sejumlah strategi yang dapat dilakukan santri untuk mencegah tawuran adalah menguatkan peran masjid terdekat, membuat ruang bagi masyarakat agar mempunyai aktivitas bermanfaat untuk perkembangan kesehatan, olahraga, dan pengetahuan, dan mengadakan Jumat curhat bersama Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas).
Selain itu, strateginya adalah meningkatkan pemolisian masyarakat dengan melibatkan Polisi RW, meningkatkan produktivitas anak putus sekolah melalui kerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja atau Dinas Sosial untuk memberikan pelatihan, serta melakukan kerja sama pentahelix.
"Strategi itu diharapkan dapat dilaksanakan bersama dengan kepolisian, pemerintah daerah, akademisi, media, dan perusahaan melalui CSR dengan melakukan kegiatan pencegahan kejahatan untuk pemeliharaan dan menjaga kamtibmas, sehingga masyarakat menjadi aman dan tertib,” katanya.
Baca juga: Di balik maksud pemolisian masyarakat oleh pemerintah
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024