Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengatakan penanganan judi online (judol) di Indonesia memerlukan perhatian yang lebih serius dan tindakan yang lebih berani dengan melibatkan banyak pihak.

"Kasus-kasus keterlibatan aparatur negara menjadi alarm bagi kita semua bahwa masalah judi online bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga tentang moralitas dan tanggung jawab sosial," kata Bamsoet dikutip dari keterangannya usai mengikuti Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berserta jajarannya di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

Baca juga: Kapolri: Polri berantas judi “online” dengan serius

Menurut dia, tanpa komitmen yang kuat dan tindakan terkoordinasi antarpihak maka permasalahan judi online akan terus meluas, merugikan banyak pihak dan mengancam masa depan generasi penerus bangsa.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat tidak hanya masyarakat biasa yang terlibat judi online. PPATK mencatat keterlibatan 97.000 anggota TNI-Polri, 461 pejabat negara, dan 1,9 juta pegawai swasta terlibat judi online. Selain itu, teridentifikasi anak-anak di bawah usia 11 tahun turut serta dalam perjudian, dengan jumlah mencapai 1.162 orang.

Ia menjelaskan data PPATK yang mencatat perputaran uang judi online mencapai Rp283 triliun hingga triwulan III 2024 menunjukkan besarnya skala operasi judi online di Indonesia.

Polri sendiri dari 2020 hingga 2024 telah melakukan penegakan hukum terhadap judi online dengan penanganan 6.386 perkara dan penetapan 9.096 tersangka. Jumlah aset yang disita senilai Rp861,8 miliar serta pemblokiran hampir 69.000 situs.

"Lebih parah lagi ditemukan adanya pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang berperan sebagai beking situs judi online. Pihak kepolisian telah menetapkan sebanyak 15 orang tersangka yang terdiri atas 11 pegawai Kementerian Komdigi dan empat orang pihak luar. Dalam perkembangan kasus ini penyidik berhasil menyita uang tunai sebesar Rp73 miliar," ucap Bamsoet.

Ia menilai meskipun telah dilakukan penegakan hukum secara masif, namun judi online di Indonesia masih terus meningkat. Hal tersebut disebabkan seperti adanya transformasi metode pembayaran yang semakin mudah dengan menggunakan pulsa, e-wallet, virtual account serta jual beli rekening.

Baca juga: Kemkomdigi minta masyarakat tak terkecoh judol berbalut konten viral

Modus pemasaran juga semakin beragam dengan memanfaatkan influencer, backlink website pemerintah dan broadcast di media sosial.

"Selain itu, bandar judi online juga mengakomodir nominal kecil hingga nilai Rp10.000 sehingga pasar judi online yang semula hanya kelas atas meluas hingga ke kelas menengah dan bawah. Judi online juga dapat dimainkan melalui telepon genggam dalam bentuk permainan dan tidak ada batasan usia," ujarnya.

Untuk itu, kata dia, penanganan judi online memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif, termasuk sosialisasi yang menekankan pada dampak negatif judi, terutama bagi anak-anak dan remaja.

Menurut dia, upaya yang lebih holistik diperlukan dengan tidak hanya berfokus pada penegakan hukum, tetapi juga memperhatikan faktor sosial yang melatarbelakangi perilaku perjudian.

"Dalam menghadapi masalah serius ini, kolaborasi antar lembaga juga sangat penting. PPATK, Polri, Komdigi serta lembaga pendidikan harus bekerja sama dalam menciptakan rencana aksi yang sinergis. Pembentukan task force khusus yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk organisasi non-pemerintah, dapat memperkuat upaya pencegahan dan penanganan kasus judi online," kata Bamsoet.

Baca juga: Polisi ingatkan masyarakat hindari praktik judi online hingga narkoba
Baca juga: Polisi sita Rp73,7 miliar pada kasus judol yang libatkan oknum Komdigi
Baca juga: Anggota DPR minta polisi usut artis promosikan judi online

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024