Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta menolak rencana investor asing membangun pabrik bahan peledak (amonium nitrat) di Indonesia, karena akan sangat berbahaya bagi keamanan negara. Pendapat tersebut disampaikan Ketua BUMN Watch, Naldy Nazar Haroen, di Jakarta, Selasa, sejalan dengan rencana investor asing dari Australia (Orica) membangun pabrik bahan peledak di Indonesia. Orica juga dikabarkan telah menandatangani semacam MoU sejalan dengan rencana pembangunan tersebut. "Jika ini benar, jelas sangat membahayakan bagi keamanan negara. Kenapa asing dibiarkan membangun pabrik bahan peledak di sini," tanya Naldy. Padahal sebelumnya, lanjut Naldy, ada BUMN yang mengajukan proposal pendirian pabrik serupa, sudah dua tahun menunggu tak kunjung mendapatkan izin. Menurut dia, untuk membangun sebuah pabrik bahan peledak di negeri ini, Badan Intelejen Negara (BIN) harus dilibatkan, dan harus mengutamakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Yang jelas menurut Naldy, jika sampai Orica diizinkan membangun pabrik bahan peledak di negeri ini, berarti ada diskriminasi dalam perizinan. Sementara itu, Komisaris PT Parna Raya, Sahat Sinaga, mengakui pihaknya juga berencana membangun pabrik amonium nitrat sebagai bahan peledak, melalui konsorsium bersama BUMN PT (Persero) Dahana dan PT Pupuk Kaltim. Awalnya, kata dia, Parna Raya masuk bersama Summa Energi dan Pupuk Kaltim untuk membangun pabrik itu tahun 2002. "Namun izin tak kunjung diberi pemerintah, alasannya untuk pembangunan pabrik bahan peledak ini tak boleh diberikan kepada non-BUMN. Pemerintah menyarankan Parna Raya, kala itu bernama PT Pani, untuk membentuk konsorsium dengan BUMN, maka masuklah kami ke Dahana," ujar Sahat. Kini, lanjut Sahat, Pupuk Kaltim dan Dahana tengah menjalani proses pembangunan pabriknya. "Kami juga mulai melakukan pembahasan teknis di lapangan," kata dia. Mengenai investor asal Australia dalam investasi itu, Sahat mengaku belum mengetahuinya. Ia mengatakan jika memang benar Orica terlibat maka bisa membahayakan pemerintah sendiri. "Kalau benar ada asing itu namanya nggak benar, masa asing diberi kepercayaan bangun pabrik itu." Orica Ltd, sebuah perusahaan tambang Australia, melalui anak perusahaannya PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) dikabarkan telah membeli lahan seluas 10 Ha di kawasan industri Bontang, Kalimantan Timur, di mana di atas lahan itu akan dibangun sebuah pabrik Amonium Nitrat berskala internasional. "Orica telah menekuni proyek ini selama bertahun-tahun. Pembelian lahan seluas 10 Ha ini diharapkan dapat mengawali langkah kami membangun sebuah pabrik Amonium Nitrat," kata CEO Orica Mining Services, Philippe Etienne, dalam jumpa pers, di Jakarta, Selasa (10/10). "Setelah kami membuat desain pabrik dan perhitungan bisnis pabrik itu kemudian diajukan ke Dewan Direksi Orica Limited. Jika disetujui, pembangunan pabrik itu akan menelan biaya 200 juta dolar AS. Pabrik ini nantinya akan memproduksi 250.000 hingga 350.000 ton Amonium Nitrat dan mampu menggantikan impor bahan tersebut ke pasar Indonesia," katanya. Sementara itu, Kepala BKPM Muhammad Lutfi mengatakan, jika investasi Orica itu jadi maka Indonesia perlu menyambut baik karena akan banyak membuka lapangan kerja. Orica Ltd adalah perusahaan global yang berkantor pusat di Australia. Perusahaan ini memperkerjakan 13.000 karyawan, kantor cabang di 50 negara dan kantor penjualan di 100 negara. Perusahaan ini menduduki posisi 50 teratas di bursa efek Australia dengan kapitalisasi pasar sekitar 7,5 miliar dolar Australia. (*)
Copyright © ANTARA 2006