Jakarta (ANTARA) - PT Bank Central Asia Tbk menegaskan bahwa tidak ada kebocoran data dari sistem BCA sehingga dapat dimanfaatkan untuk kejahatan siber seperti penipuan terhadap nasabah.

"Kami pastikan tidak ada kebocoran data dari sistem BCA," kata EVP Corporate Communication & Social Responsibility Hera F. Haryn kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Hera menyampaikan, BCA menyampaikan simpati mendalam terhadap nasabah yang diduga mengalami kasus penipuan transfer Virtual Account, yang videonya beredar di media sosial.

Menurut dia, kasus ini merupakan kasus kejahatan social engineering, di mana nasabah menghubungi nomor call center palsu salah satu perusahaan maskapai, dan diarahkan untuk mengakses laman phishing.

Baca juga: Pakar UI jelaskan social engineering untuk modus penipuan digital

BCA senantiasa mengimbau dan mengedukasi seluruh nasabah untuk terus berhati-hati terhadap berbagai macam modus dari oknum yang tidak dikenal.

Modus tersebut termasuk kejahatan rekayasa sosial atau social engineering yang dapat mencuri data nasabah melalui link atau aplikasi tertentu.

Apabila nasabah mendapatkan kontak, surat, link atau informasi yang mencurigakan, nasabah diimbau untuk menghubungi kantor cabang setempat atau melalui HaloBCA.

Baca juga: SKSG UI: Waspada keamanan data pribadi dan ancaman social engineering

Ia juga mengimbau agar nasabah jangan pernah membagikan data pribadi perbankan yang bersifat rahasia seperti nomor kartu ATM, PIN, OTP, ID internet banking, password, dan lain lain.

Selain itu, nasabah juga diharapkan mengubah PIN dan password secara berkala.

"BCA telah menghubungi nasabah yang bersangkutan, dan membantu koordinasi antara nasabah dengan entitas bisnis terkait sebagai pihak penerima dana," katanya.

Baca juga: Kredivo berikan tips untuk hindari penyalahgunaan data pribadi

Sementara itu, Pakar Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menjelaskan terkait maraknya social engineering sebagai salah satu modus penipuan yang perlu dicegah di ranah digital.

Firman mengatakan, social engineering merupakan teknik manipulasi psikologis yang digunakan oleh pelaku kejahatan siber untuk memanipulasi korban agar memberikan informasi sensitif, akses, atau melakukan tindakan tertentu yang menguntungkan penipu.

“Upaya untuk mengulik informasi, yang kemudian digunakan untuk masuk ke sistem keamanan. Entah rekening perbankan, akun media sosial, atau sistem di ponsel kita,” kata Firman.

Ia menyampaikan, pelaku kejahatan memanfaatkan kepercayaan, ketidaktahuan, atau rasa urgensi calon korban untuk mengecoh agar mereka mengungkapkan data pribadi, kata sandi, atau melakukan transaksi yang merugikan.

Adapun pertanyaan-pertanyaan seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor telepon, alamat, hingga nama Ibu kandung sebelum menikah biasanya digunakan sebagai kombinasi untuk keamanan pada sistem perbankan.

Baca juga: Pakar Untag: Peluang kejahatan "social engineering" tinggi

Baca juga: Kenali lima modus rekayasa sosial agar terhindar penipuan online

Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024