Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengecam tindakan kekerasan yang dialami oleh Dr Yordan Sumomba yang bertugas di RSUD Lukas Enembe, Kobakma, Kabupaten Mamberamo Tengah, Papua Pegunungan.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin, Ketua Umum PB IDI Moh. Adib Khumaidi mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan IDI Cabang Jayawijaya terkait dengan penganiayaan yang dialami oleh dr Yordan. PB IDI juga meminta aparat kepolisian dan aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan keras dan melakukan proses hukum terhadap pelaku sesuai dengan ketentuan hukum yang ada.

“Kami ingin agar seluruh sejawat dokter dan tenaga kesehatan yang berada di Mamberamo Tengah, serta di seluruh wilayah Papua mendapatkan jaminan keamanan, keselamatan, kenyamanan dalam melakukan pelayanan kesehatan untuk masyarakat di wilayah tersebut," kata Adib.

Pihaknya juga mengapresiasi darma bakti yang sudah dilakukan oleh para dokter di wilayah Papua, khususnya di wilayah Papua Pegunungan, di IDI Cabang Jayawijaya dengan seluruh anggotanya yang saat ini berjumlah 118 orang yang tersebar di 7 (tujuh) kabupaten di wilayah Papua Pegunungan.

Baca juga: Dekan FKUI minta pemerintah lindungi dokter di Papua

Berdasarkan laporan kronologis dari IDI cabang Jayawijaya, kata Adib, pada hari Selasa tanggal 5 November 2024 sekitar pukul 13.35 WIT terduga pelaku masuk ke ruangan apotek RSUD Lukas Enembe dan berteriak-teriak.

Kemudian, katanya, terduga pelaku masuk ke ruangan korban (dokter) mengambil kursi dan melempar korban, namun tidak mengenai korban. Lalu, pelaku mengambil kayu balok dan memukul muka dan punggung korban, sehingga ada pasien yang sedang berobat langsung melerai terduga pelaku. Akan tetapi, katanya, pasien tersebut juga dipukul oleh terduga pelaku.

Setelah itu, kata Adib, terduga pelaku ke luar dan merusak pembatas ruangan yang terbuat dari kayu, lalu mengambil batu dan melemparkannya ke kaca jendela RSUD Lukas Enembe.

Adib menyebutkan, terduga pelaku langsung ke luar dari RSUD Lukas Enembe dan pergi.

"Akibat dari kejadian tersebut korban mengalami luka patah tulang di bagian pipi kanan, hidung, dan sejumlah bagian wajah, serta luka memar parah di punggung. Namun dikarenakan luka yang dialami oleh korban cukup parah, maka korban saat ini dievakuasi dan dirawat di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar," dia menuturkan.

PB IDI berharap kejadian penganiayaan yang dialami oleh dr Yordan ini menjadi kasus terakhir yang diharapkan tidak terulang lagi. Dia menilai, jaminan keamanan, keselamatan jaminan insentif kesehatan para dokter dan dokter spesialis yang mengabdi di wilayah Papua ini semestinya menjadi perhatian bagi Presiden, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, dan pemangku kepentingan lainnya.

“Permasalahan di wilayah Papua bukan hanya geografis saja, tetapi juga ada masalah keamanan, kesenjangan ekonomi, dan juga ada permasalahan yang berkaitan dengan kekurangan obat, alat kesehatan, infrastruktur yang memerlukan upaya kolaborasi dan sinergi bersama," katanya.

Adib juga berharap Dr Yordan akan mendapatkan pendampingan penanganan trauma. Selain itu, pihaknya mengapresiasi langkah cepat yang sudah dilakukan oleh pengurus IDI Jayawijaya dan memotivasi para dokter untuk tetap semangat melakukan pelayanan pada masyarakat.

Ketua IDI Cabang Jayawijaya Dr Lorina menyebutkan, saat ini Dr Yordan termasuk salah satu dokter kontrak yang sudah ingin mengabdikan dirinya secara penuh untuk wilayah Papua. Dr Lorina berharap kasus kekerasan terhadap para dokter di wilayah Papua menjadi perhatian khusus pemerintah sehingga lebih banyak dokter yang mau mengabdikan diri di Papua.

“Jumlah dokter umum dan spesialis yang mau bertugas di wilayah Papua dan Papua Pegunungan semakin sedikit dari tahun ke tahun karena konflik dan tidak adanya jaminan keamanan dan keselamatan ini. Apalagi insentif yang diterima tidak sebanding dengan tingginya biaya hidup di Papua terutama di wilayah Pegunungan,” katanya.

Baca juga: IDI: Lampung Health Festival sarana edukasi kesehatan masyarakat

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024