Deputi Sekjen AMAN Eustobio Rero Renggi dalam diskusi daring yang diikuti dari Jakarta, Senin, memaparkan bahwa masyarakat hukum adat di berbagai wilayah Indonesia sudah memiliki praktik-praktik konservasi yang telah berjalan dalam waktu lama.
Dia menyebut bahwa pelestarian yang dilakukan masyarakat adat tidak hanya terkait pelestarian hutan, laut, serta sumber air, tapi juga melindungi keberlangsungan keanekaragaman hayati yang sudah berjalan turun temurun.
"Dari perspektif kita masyarakat adat bahwa kalau bicara konservasi itu tidak bisa dipisahkan dari masyarakat adat itu sendiri. Baik masyarakat adat maupun komunitas lokal, konservasi ini menjadi bagian penting dari budaya dan tradisi dalam menjaga sumber kehidupan," katanya.
Namun demikian, delegasi AMAN untuk Konferensi Para Pihak Konvensi Keanekaragaman Hayati Ke-16 (COP16 CBD) di Kolombia mengatakan saat ini pelibatan masyarakat adat untuk kegiatan konservasi keanekaragaman hayati masih belum maksimal dilakukan.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia didorong untuk segera melakukan langkah tindak lanjut usai menyetujui pembentukan Badan Permanen Masyarakat Adat dalam penyelenggaraan COP16 CBD.
"Ini harus menjadi kewajiban di dalam bagaimana pasca-COP16 ini tindak lanjut implementasi dari negara-negara termasuk Indonesia ini soal bagaimana menempatkan masyarakat adat sebagai mitra utama di dalam implementasi menjaga keanekaragaman hayati di Indonesia," katanya.
Pelibatan masyarakat adat itu penting karena mayoritas ekosistem yang masih terjaga dengan baik berada di wilayah yang memiliki masyarakat adat. Dia juga mendorong adanya payung hukum untuk masyarakat adat, salah satunya dengan segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat.
Baca juga: Pemerintah RI setujui pembentukan Badan Permanen Masyarakat Adat
Baca juga: Dukung Badan MHA di COP16, pemerintah sebut perlu sesuai konteks di RI
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024