Lombok Utara (ANTARA) - Pukul 09.15 WITA. Kenzi Cana Saputra duduk bersila di barisan paling depan dengan wajah serius seraya memegang tas jinjing kain berwarna putih yang berhias sablon hewan mitologi 'Sekardiu'.
Sorot mata bocah laki-laki berusia 10 tahun itu tampak fokus memperhatikan setiap ucapan petugas Museum Negeri Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menjelaskan tentang ragam artefak budaya selama sekitar 15 menit.
Ruang kelas berwarna hijau di SD Negeri 4 Tegal Maja yang terletak di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, pagi itu, dipenuhi 70 siswa berpakaian pramuka duduk berderet menghadap layar proyektor yang menampilkan tayangan tur museum secara virtual.
Mereka sedang mengikuti program Museum Masuk Sekolah yang diselenggarakan oleh Museum Negeri Nusa Tenggara Barat.
Kegiatan itu bertujuan agar para siswa bisa lebih mengenal, memahami, dan menghargai museum sebagai tempat penyimpanan, perawatan, dan penelitian warisan sejarah budaya manusia.
SD Negeri 4 Tegal Maja berada di sebelah barat kaki Gunung Rinjani dan termasuk sekolah terpencil. Jarak sekolah ke Museum Negeri Nusa Tenggara Barat sejauh 42 kilometer dengan waktu tempuh berkendara sekitar 75 menit.
Di pelataran ruang kelas, deretan meja-meja kayu menjadi tumpuan empat etalase kaca yang menyimpan 15 benda koleksi museum sebagai bahan ajar dalam program Museum Masuk Sekolah.
Setiap kelompok terdiri dari 8-10 siswa bergantian keluar ruang kelas menuju pelataran untuk melihat benda-benda peninggalan budaya.
Kenzi tergabung ke dalam kelompok lima. Siswa kelas V itu tampak paling antusias saat melihat benda-benda koleksi museum yang dipamerkan di sekolahnya.
Dia mengajukan banyak pertanyaan kepada petugas museum tentang asal-usul hingga kegunaan artefak-artefak itu pada zaman dahulu. Langkah kakinya berhenti cukup lama di depan etalase ketiga yang berisi alat 'parut', 'remagan jajan', 'pengurit jajan', dan 'sodo' yang terbuat dari kayu.
Petugas museum menjelaskan bahwa jauh sebelum ada mesin-mesin elektronik untuk memudahkan aktivitas memasak. Masyarakat tempo dulu yang mendiami Pulau Lombok menciptakan aneka makanan dan camilan menggunakan perlengkapan manual tersebut.
"Beberapa peralatan dapur yang dipamerkan belum pernah saya lihat, seperti cetakan untuk membuat jajanan," ucap Kenzi.
Koleksi milik Museum NTB yang dimaksud adalah 'remagan jajan' atau cetakan kue kering yang terbuat dari kayu. Alat dapur yang berasal dari Pulau Lombok itu berfungsi untuk mencetak kue 'tempani' yang terbuat dari tepung beras ketan atau tepung kacang hijau.
Selain peralatan dapur, barang-barang koleksi yang dibawa pihak museum juga berupa senjata, peralatan pasca panen, dan naskah kuno. Ada pula arca Budha Amogasidhi yang dipakai untuk kelengkapan persembahyangan.
Kenzi adalah generasi alpha lahir tahun 2014 yang memang tidak terbiasa dengan peralatan dapur dari kayu. Cetakan kue yang kini umum dipakai terbuat dari bahan plastik dan baja nirkarat.
Meski dia sudah dua kali berkunjung ke Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, yakni pada 2020 dan 2023, namun rasa penasaran selalu menuntunnya untuk memahami artefak-artefak budaya lebih jauh.
Bagi para siswa sekolah dasar yang berada di daerah terpencil, museum adalah tempat rekreasi yang menyenangkan karena mereka bisa melihat benda-benda yang dulu pernah digunakan oleh para leluhur.
Ragam koleksi artefak mampu menumbuhkan imajinasi mereka tentang peradaban lampau yang mewariskan nilai-nilai kebijaksanaan untuk memaknai kehidupan sekarang.
Kepala Sekolah SD Negeri 4 Tegal Maja, Budi Hartono, mengaku tak menyangka sekolah yang dia pimpin dengan jumlah murid 107 orang justru terpilih ke dalam program Museum Masuk Sekolah.
Beberapa siswa yang tidak pernah berkunjung ke museum tampak canggung saat mereka pertama kali melihat benda-benda budaya dan bersejarah di Nusa Tenggara Barat yang tersimpan di dalam empat kotak etalase kaca.
Suasana itu sangat kontras dengan beberapa siswa yang pernah berkunjung ke museum, mereka aktif bertanya dan mengamati setiap lekukan artefak.
Sementara itu, suasana gempita program Museum Masuk Sekolah itu 'berhasil' mengundang warga sekitar hingga beberapa pelajar SMP Negeri 4 Tanjung yang berjarak tiga kilometer ikut melihat ragam koleksi entografika dan filologi milik Museum Negeri Nusa Tenggara Barat.
Batu-batu besar yang berserakan di halaman sekolah mengeluarkan aroma petrichor, menjadi saksi program itu berhasil memompa antusiasme untuk setidaknya memahami akar budaya mereka sendiri.
Melekatkan ingatan
Museum Masuk Sekolah merupakan program pemerintah pusat yang bertujuan untuk memperkenalkan museum dan ragam koleksi artefak kepada siswa sekolah terutama yang berada di wilayah terpencil, tertinggal, dan terluar.
Kegiatan itu digelar di sekolah karena tidak semua sekolah mampu berkunjung ke museum akibat jarak museum yang sangat jauh dari sekolah, transportasi yang tidak memadai, hingga kondisi keuangan yang tidak memungkinkan untuk mengunjungi museum.
Program Museum Masuk Sekolah yang digelar oleh Museum Negeri Nusa Tenggara Barat dimulai sejak 2019 dan berlangsung setiap tahun agar generasi muda dapat mengenal museum, budaya, dan sejarah secara lebih dekat.
Tahun ini kegiatan itu diselenggarakan di SD dan SMP Negeri Satu Atap Montong Sapah di Kabupaten Lombok Tengah pada 10 Maret 2024, kemudian SMP Negeri 10 di Kota Bima pada 20 Mei 2024, dan SD Negeri 4 Tegal Maja di Kabupaten Lombok Utara pada 31 Oktober 2024.
Kepala Museum NTB Ahmad Nuralam menuturkan SD Negeri 4 Tegal Maja adalah sekolah penganut agama Buddha mengingat mayoritas penduduk Desa Tegal Maja mengikuti ajaran Siddhartha Gautama.
Pada Juli 2018, sekolah itu rusak parah akibat gempa bumi berkekuatan 6,4 magnitudo dan baru tersedia jalan aspal sekitar dua bulan lalu.
Museum Negeri Nusa Tenggara Barat membawa berbagai artefak berkaitan dengan agama dan ritual masyarakat Buddha ke SD Negeri 4 Tegal Maja yang menegaskan pesan bahwa museum bersifat inklusif.
"Museum Masuk Sekolah targetnya adalah mendekatkan museum kepada anak-anak. Kami ingin museum menjadi bagian dari cerita masa kecil mereka, sehingga kami berharap mereka nanti punya memori tentang museum," kata Nuralam.
Ingatan paling kuat melekat pada anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar. Mereka memiliki ingatan tentang nilai-nilai kebudayaan dan adat istiadat masyarakat.
Oleh karena itu, kehadiran museum ke sekolah dapat menguatkan identitas anak-anak terhadap budaya yang mereka miliki.
Nilai kebudayaan, adat istiadat, hingga sejarah yang anak-anak pelajari sejak dini diharapkan menjadi bahan ajar bagi mereka untuk mengambil suatu keputusan bijaksana di masa depan.
Generasi-generasi yang mempunyai nilai identifikasi sosial justru lahir dari sekumpulan memori kolektif yang kuat tentang kecintaan terhadap sejarah, adat istiadat, dan budaya.
Baca juga: Kemendikbud: Museum jadi media edukasi pelestarian warisan budaya
Baca juga: Kemenko PMK: Museum perlu menjadi inspiratif guna tingkatkan kunjungan
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2024