Standar-standar minimal pelayanan tersebut sudah ada aturannya dalam Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI menegaskan bahwa pemberian literasi dan edukasi kepada masyarakat pengguna layanan merupakan salah satu kunci sukses dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Dalam diseminasi publik di Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (9/11), Anggota Ombudsman RI Hery Susanto menyampaikan bahwa publik harus mengetahui bagaimana suatu pelayanan diberikan, misalnya, apa saja persyaratan yang harus disediakan maupun berapa jangka waktu pelayanan akan diberikan.
"Standar-standar minimal pelayanan tersebut sudah ada aturannya dalam Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik," ujar Hery seperti dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Dalam Pasal 8 UU Nomor 25 Tahun 2009, disebutkan bahwa penyelenggaraan sekurang-kurangnya, artinya pelayanan minimal. Dengan demikian, dirinya mengingatkan agar pelayanan publik jangan dikurang-kurangi.
Meski begitu, Hery mengatakan agar dalam pelayanan publik tidak berhenti sampai literasi, namun harus pula memperhatikan berbagai unsur pelayanan yang lain, seperti pengelolaan pengaduan, pengawasan internal, dan penyelenggaraan pelayanan konsultasi.
Selain itu, ia menekankan pentingnya sinergi harmoni untuk berkolaborasi dan bekerja sama membangun jaringan kerja dalam konteks sistem penyelenggaraan pelayanan publik lantaran kerja sama merupakan hal baik untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat.
"Berjalan sendiri-sendiri bisa jadi biang kerok malaadministrasi," ungkapnya.
Baca juga: Ombudsman fokus pantau pemisahan kementerian pada 100 hari pertama
Baca juga: Ombudsman harap kepastian hukum dalam implementasi keadilan restoratif
Adapun diseminasi publik yang diselenggarakan oleh Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Pontianak Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut terkait dengan tata kelola jenis ikan dilindungi atau apendiks cites pasca revisi UU Nomor 5 Tahun 1990 menjadi UU 32 Tahun 2024
Mengenai penetapan UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Hery mengharapkan komitmen penyelenggara layanan untuk melaksanakan amanat UU tersebut.
Menurut dia, aturan baru itu sudah sangat baik dalam upaya memperkuat penegakan hukum dan pengelolaan sumber daya alam hayati di Indonesia, sehingga hanya tinggal bagaimana penegakan-nya nanti.
Sementara itu, Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Barat Mulyadi menilai UU Nomor 32 Tahun 2024 membawa angin segar pada tata kelola sumber daya hayati.
Sebab, kata dia, UU itu berisi aturan untuk menjaga kelestarian sekaligus kesejahteraan masyarakat yang bergantung padanya.
"Selain itu, dalam aturan baru ini terdapat peningkatan peran pemerintah daerah dalam pengelolaan konservasi sehingga diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan," kata Mulyadi dalam kesempatan yang sama.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024