Jakarta (ANTARA) - Sejak hari pertama menjadi Presiden, Prabowo sudah menegaskan tekadnya melawan korupsi sampai tuntas. Dalam pidato pelantikannya, secara eksplisit Prabowo menyatakan perlunya ketegasan dalam membereskan penyimpangan, korupsi, dan kolusi di pemerintahan.
Diksi Presiden Prabowo sangat jelas, seluruh unsur pimpinan harus memberikan contoh.
Prabowo menggunakan metafora, kalau ikan menjadi busuk, busuknya mulai dari kepalanya sebagai cara Prabowo memberikan peringatan kepada pimpinan, utamanya anggota kabinet.
Untuk itulah Prabowo mengingatkan, para pemimpin harus bekerja untuk rakyat, bahwa rakyat harus bebas dari ketakutan, bebas dari kemiskinan, bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, dan bebas pula dari penderitaan.
Komitmen tegas memberantas korupsi yang disampaikan lugas oleh Presiden Prabowo melalui pidatonya usai pelantikan, telah memunculkan asa baru bagi masyarakat.
Pernyataan penuh penekanan setidaknya menjadi alarm atau warning keras bagi seluruh pejabat dan para pemimpin, untuk jangan coba-coba korupsi.
Poin tujuh Astacita bisa dimaknai menguatkan upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui perbaikan signifikan birokrasi, hukum dan lembaganya, termasuk para pengambil keputusan dalam institusi hukum itu sendiri.
Menutup peluang
Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 mengamanatkan, bumi dan air serta kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Namun implementasi dari pasal ini acap kali menghadapi masalah, utamanya dalam konteks pengelolaan sumber daya alam (SDA).
Semua bisa melihat di sektor-sektor produksi utama SDA, seperti batu bara, nikel, termasuk kelapa sawit, yang telah berkembang pesat dalam 2 dekade terakhir.
Ciri utama sektor-sektor ini adalah tingginya komponen rente, sebuah fenomena yang berpotensi bagi tindak korupsi.
Akses terhadap faktor produksi utama sektor ini, yakni SDA, termasuk lahan konversi hutan, didistribusikan melalui proses politik berupa pemberian izin konsesi.
Akibatnya, kue ekonomi dari sektor SDA hanya jatuh kepada segelintir pengusaha, alih-alih terbuka bagi setiap pelaku usaha yang terbiasa produktif dan efisien.
Bahkan sebagian hasil keuntungan SDA lewat begitu saja di luar anggaran negara. Padahal, anggaran adalah instrumen utama guna menyalurkan hasil-hasil ekstraksi SDA untuk kesejahteraan rakyat, utamanya warga lokal yang terdampak proses produksi.
Potensi korupsi pada proses produksi SDA harus ditutup, dan Presiden Prabowo yang akan memimpin, sebagai “Panglima”, sebagaimana dulu, ketika Prabowo masih aktif sebagai pimpinan pasukan TNI.
Karena, korupsi sektor SDA bisa mengancam pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, serta mengganggu daya saing global akibat kebocoran anggaran.
Kemudian, korupsi juga mempersulit akses terhadap pendidikan generasi baru atau sering mengharuskan adanya suap untuk mendapatkan layanan yang seharusnya gratis.
Selain bisa menghambat investasi, korupsi juga bisa menyebabkan demoralisasi, menurunkan moral pegawai dan pejabat, serta membuat masyarakat meragukan nilai kerja keras dan inovasi yang seharusnya menjadi budaya.
Selaku Presiden, Prabowo tidak hanya berbicara tentang upaya pencegahan korupsi, tetapi juga mengambil sikap keras terhadap penindakan para pelaku korupsi.
Komitmen untuk menjatuhkan sanksi berat bagi para koruptor, termasuk upaya pemiskinan dan hukuman penjara sangat tegas.
Sikap ini penting untuk memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi sehingga bisa menciptakan iklim pemerintahan yang lebih bersih dan transparan.
Selain dukungan dari para pengamat dan tokoh masyarakat, beberapa lembaga masyarakat madani (civil society) juga menyuarakan optimisme terhadap pemerintahan Presiden Prabowo.
Publik berharap langkah-langkah yang telah dicanangkan dapat diterapkan secara nyata di lapangan sehingga hasilnya bisa segera dirasakan masyarakat.
Sejumlah pihak menilai Presiden Prabowo memiliki peluang untuk membawa perubahan besar dalam hal pemberantasan korupsi jika didukung oleh perangkat hukum dan kebijakan yang memadai.
Pemerintahan Presiden Prabowo akan menghindari praktik-praktik political trade-off yang dapat menghambat upaya pemberantasan korupsi.
Hal ini diharapkan dapat memperkuat lembaga-lembaga penegak hukum seperti KPK sehingga tidak ada intervensi dalam penegakan hukum.
Dengan demikian, proses hukum dapat berjalan secara independen dan transparan serta menciptakan kepercayaan publik terhadap komitmen Pemerintah dalam memberantas korupsi.
Optimisme yang tinggi terhadap pemerintahan Presiden Prabowo mengisyaratkan bahwa KPK dapat makin kuat dalam memberantas korupsi jika mendapatkan dukungan politik dan kebijakan yang memadai.
Optimisme dan apresiasi terhadap pemerintahan Presiden Prabowo dalam upaya memberantas korupsi terus mengalir dari berbagai kalangan.
Copyright © ANTARA 2024