Padang (ANTARA) -

Pantai cantik di Nagari (Desa) Sambungo, Kecamatan Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, terbentang sepanjang tiga kilometer, mulai dari muara Sungai Batang Silaut dengan hutan mangrove yang punya banyak potensi, hingga ke perbatasan nagari.

Ombaknya yang tidak terlalu besar dan berlapis-lapis akan menemani wisatawan berjalan-jalan di pinggir pantai, menikmati semilir angin dan aroma laut yang menyegarkan.

Untuk menikmati keindahan pantai itu juga tersedia pilihan lain menggunakan "All Terrain Vehicle" (ATV), motor roda empat yang fotogenik.

Pengelola Pantai Sambungo memiliki delapan unit ATV yang bisa disewakan bagi pengunjung yang datang. Dengan sewa per jam, pengunjung bisa menikmati keindahan pantai dari ujung ke ujung.

ATV itu merupakan bantuan dari Dinas Kehutanan Sumatera Barat dan anggota DPRD Mochlasin sebagai sarana pendukung sektor pariwisata yang dikemas dalam Program Perhutanan Sosial lewat skema Hutan Nagari.

Di lokasi itu juga telah dibangun menara pandang yang bisa dimanfaatkan wisatawan untuk menikmati indahnya Matahari terbenam di Pantai Sambungo yang langsung berhadapan dengan Samudra Hindia.

Lembayung senja yang jatuh berlahan, semilir angin dan kepak, serta siluet burung yang berangsur terbang pulang dari rimbun hutan mangrove memberikan sensasi yang lekat di ingatan, mengetuk-ngetuk rindu di relung hati.

Pantai Sambungo terletak di ujung Kota Terpadu Mandiri (KTM) Silaut. Jarak dari Ibu Kota Kabupaten Pesisir Selatan, Painan, ke KTM sekitar 5 jam perjalanan. Jika berangkat dari Padang, ditambah 2 jam perjalanan lagi. Letaknya sudah mendekati perbatasan Sumatera Barat dengan Bengkulu.

Hak Pengelolaan Hutan Nagari (HPHN) untuk Nagari Sambungo diberikan pada 2022 dengan Surat Keputusan (SK) Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). SK.5976/MENLHK-PKSL/PKPS/PSL.0/7/2022 tertanggal 8 Juli 2022 itu memberikan hak pengelolaan kawasan hutan seluas 22 hektare.

Tindak lanjut dari keluarnya SK itu, dibentuklah lembaga pengelola hutan nagari (LPHN). Bersamaan dengan itu ditunjuk pula seorang pendamping untuk membantu menyusun rencana kerja pengembangan potensi di dalam dan sekitar kawasan hutan.

Pendamping Perhutanan Sosial LPHN Sambungo Zera Olivia Noviati yang ditugaskan di daerah itu. Pendampingan memang sangat diperlukan agar masyarakat yang mendapatkan izin tidak lagi mengelola lahan secara konvensional, namun harus masuk ke fase bisnis perhutanan sosial.

Pendamping membantu LPHN untuk menyusun rencana kelola bertahap, mulai dari satu tahun, 10 tahun, hingga 35 tahun. Setelah memiliki rencana kerja, dibentuklah kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS) untuk mengembangkan potensi unggulan.

Melihat potensi yang ada di Sambungo, kelompok usaha yang dibentuk kemudian adalah KUPS wisata yang fokus menggarap potensi wisata dan KUPS madu galo-galo untuk mengembangkan 50 stup madu yang dibantu Dinas Kehutanan Sumatera Barat.

Ketua LPHN Sambungo M. Akmal menuturkan objek wisata Pantai Sambungo, awalnya dikelola oleh tiga nagari, namun dengan keluarnya SK HPHN, seluruh pengelolaan diserahkan pada KUPS wisata yang menjadi perpanjangan tangan LPHN.

Pengembangan kawasan itu juga mendapat dukungan penuh dari Camat Silaut dan Wali Nagari Sambungo, juga anggota DPRD Sumatera Barat di dapil tersebut.

Pantai Sambungo sejatinya bukan objek baru. Sebelum LPHN terbentuk, objek itu sudah cukup dikenal oleh masyarakat Pesisir Selatan. Bahkan, wisatawan dari Muko-Muko, Bengkulu, Sungai Penuh dan Kerinci, Jambi juga sering datang ke pantai itu, terutama pada momentum libur Lebaran.

Dua tahun terakhir, hanya dalam empat hari, yaitu H+2 hingga H+5 Lebaran, ribuan wisatawan mengunjungi Pantai Sambungo. Dalam tujuh hari itu saja pendapatan yang diperoleh pengelola bisa mencapai Rp100 juta dari tiket, parkir, dan penyewaan ATV.

Pada waktu-waktu itu, perekonomian masyarakat sekitar juga terasa berdenyut kencang. Warung-warung berdiri. Kuliner yang dijual habis ludes dibeli pengunjung.

Pada libur hari-hari besar lain, objek wisata itu juga ramai dikunjungi wisatawan.

Sementara pada hari-hari biasa, termasuk akhir pekan, jumlah kunjungan tidak terlalu banyak.

"Inilah mimpi kami. Bagaimana cara dan strategi untuk mendatangkan wisatawan secara reguler, setidaknya setiap akhir pekan. Jika hal ini bisa dicapai, maka perekonomian masyarakat sekitar akan bisa meningkat," kata Ketua LPHN Sambungo M. Akmal, ketika berbincang dengan ANTARA.

Diakui anggotanya masih belum memiliki ilmu yang memadai terkait pengelolaan dan pemasaran objek wisata yang baik. Karena itu, ia sangat berharap dukungan dari berbagai pihak agar bisa meningkatkan sumber daya manusia (SDM) anggota, sehingga nantinya bisa muncul ide dan inovasi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.

Memintal mimpi

Meski usaha yang dikembangkan di Sambungo baru pada tahap rintisan, baru memulai langkah untuk maju, namun masyarakat setempat, terutama pengelola LPHN, terus memintal mimpi untuk kemajuan masa depan.

Sebagai lembaga yang masih baru, anggaran yang ada tentu masih belum maksimal. Mengandalkan anggaran itu saja tentu sulit bergerak, namun LPHN Sambungo memiliki modal lain yang membuat mereka bisa terus untuk melangkah maju.

Pemberian Tuhan berupa pantai yang indah, dengan banyak spot foto yang memukau, hutan mangrove yang terus dirawat dengan keanekaragaman hayatinya, bantuan ATV dari Dinas Kehutanan dan anggota DPRD Sumatera Barat, menara pandang dan stup madu galo-galo adalah modal yang mendorong semangat untuk bangkit dan terus berkembang.

Apalagi, Dinas Kehutanan Sumatera Barat juga belum berhenti berinovasi di Sambungo. Masih banyak hal yang telah direncanakan dan segera direalisasikan.

Penyuluh Kehutanan UPTD KPHP Pesisir Selatan Urip Azhari, Sri Rinda Agriati, dan Darmawel yang ditemui di LPHN Sambungo menyebut, ke depan, Dinas Kehutanan akan menfasilitasi pelatihan membatik ecoprint bagi ibu-ibu di Sambungo.

Batik ecoprint merupakan salah satu jenis batik yang metode pembuatannya memanfaatkan pewarna alami dari tanin atau zat warna daun, akar atau batang yang diletakan pada sehelai kain, kemudian kain tersebut direbus.

Batik yang dihasilkan bisa dimanfaatkan menjadi suvenir bagi pengunjung yang datang ke Pantai Sambungo. Hasilnya bisa membantu meningkatkan perekonomian keluarga.

Selanjutnya juga direncanakan untuk membangun mangrove walk atau wahana untuk berjalan di hutan mangrove bagi pengunjung yang ingin menikmati keindahan keanekaragaman hayati di dalam hutan mangrove.

Adapula rencana untuk menetapkan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) di kawasan itu untuk menjaga keanekaragaman hayati, meliputi ekosistem, spesies, dan plasma nutfah untuk mempertahankan eksistensi keanekaragaman genetik yang masih ada.

Dengan segala rencana pengembangan itu, mimpi LPHN Sambungo tentu tidak lagi hanya sebatas mimpi. Dengan usaha dan tekad yang kuat, Pantai Sambungo bisa menjadi salah satu objek wisata favorit di perbatasan Sumatera Barat dan Bengkulu. Objek itu juga bisa menjangkau Sungai Penuh dan Kerinci, Jambi.


Penunjuk arah

Salah satu yang masih terasa kurang di Sambungo adalah penunjuk arah menuju obek wisata. Jarak dari Jalan Lintas Sumatera Sumbar-Bengkulu masuk ke lokasi, memang tidak terlalu jauh, hanya sekitar 2 kilometer, namun di dalam memiliki banyak persimpangan.

Wisatawan yang baru pertama datang ke Sambungo pasti kesulitan menentukan arah. Bingung. Bisa-bisa malah tersesat jalan.

Solusinya bertanya pada masyarakat yang cukup ramai di sepanjang jalan, namun wisatawan bisa menjadi kurang nyaman bila harus terus bertanya saat bertemu persimpangan.

Rambu jalan yang jelas akan sangat memudahkan wisatawan untuk bisa mengakses lokasi wisata yang letaknya memang paling ujung itu.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024