Kerugian ini harus dibuktikan dengan perhitungan resmiJakarta (ANTARA) - Pakar hukum menilai penetapan tersangka kasus dugaan korupsi impor gula mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau dikenal sebagai Tom Lembong terbilang prematur.
“Kesan politisnya terlalu jelas, seolah ingin mencitrakan diri di mata pemerintahan baru. Ini berpotensi menjadi bumerang, karena masyarakat melihat bahwa proses ini terlihat tergesa-gesa,” kata pakar hukum pidana, Chairul Huda di Jakarta, Sabtu.
Chairul mengatakan dasar hukum penetapan tersangka dinilai masih belum kuat, mengingat belum ada bukti kerugian negara yang jelas dan terverifikasi.
Baca juga: Pakar hukum UI minta Kejagung buka kronologi kasus Tom Lembong
Baca juga: Pakar hukum UI minta Kejagung buka kronologi kasus Tom Lembong
Menurut dia kasus korupsi yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan tersebut seharusnya dapat dibuktikan dengan alat bukti yang valid, terutama yang menunjukkan kerugian keuangan negara. Berdasarkan pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), unsur kerugian negara harus terbukti secara konkret.
"Kerugian ini harus dibuktikan dengan perhitungan resmi, misalnya dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," ujarnya.
Selain itu, Chairul juga menyoroti pernyataan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengklaim kerugian negara mencapai Rp400 miliar. Menurutnya, angka tersebut masih terlalu spekulatif dan belum menunjukkan kerugian yang pasti.
Baca juga: Terkait Tom Lembong, Mahfud Md: Dua unsur telah terpenuhi
Baca juga: Terkait Tom Lembong, Mahfud Md: Dua unsur telah terpenuhi
Menurut Chairul, ada kemungkinan bahwa penetapan Lembong sebagai tersangka merupakan upaya Kejaksaan untuk menunjukkan kinerja cepat dalam mendukung agenda pemerintahan baru.
"Semua Kementerian dan Lembaga sedang berlomba untuk mencapai target program 100 hari pemerintahan. Kejaksaan tampak mengungkap kasus ini sebagai bagian dari upaya itu,” ujarnya.
Ia juga khawatir dengan adanya kemungkinan diskriminasi dalam penanganan kasus impor gula ini. Beberapa menteri sebelumnya juga pernah diperiksa terkait kasus serupa, namun kasus mereka cenderung tidak berlanjut.
Dia berharap transparansi dalam proses hukum yang melibatkan Lembong amat penting untuk diketengahkan. Publik harus mendapatkan kejelasan mengenai data-data yang dijadikan dasar penetapan tersangka.
Baca juga: Komisi III DPR: Jangan sampai publik menduga-duga kasus Tom Lembong
Baca juga: Komisi III DPR: Jangan sampai publik menduga-duga kasus Tom Lembong
"Praperadilan ini akan menjadi ajang pengujian apakah Kejaksaan telah benar-benar menjalankan proses hukum dengan adil dan transparan,” ujarnya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berencana menggelar sidang perdana gugatan praperadilan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong pada Senin (18/11), setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Menteri Perdagangan periode 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015--2016.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qodar menjelaskan bahwa keterlibatan Tom Lembong dalam kasus tersebut bermula ketika pada tahun 2015, dalam rapat koordinasi antar kementerian, disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu impor gula.
Namun, pada tahun yang sama, Tom Lembong selaku Mendag pada saat itu memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada PT AP.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024