“Intinya dalam program ini, Indonesia khususnya industri pertahanan nasional harus dapat manfaat yang maksimal,”

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI dan PT Dirgantara Indonesia (DI) membahas kemajuan program pembuatan pesawat tempur kerja sama Indonesia dan Korea Selatan (KFX/IFX) KF-21 Boramae, yang merupakan satu dari 10 program prioritas industri pertahanan nasional.

Di Kantor Kemenhan RI, Jakarta, Jumat, Direktur Utama PT DI Gita Amperiawan melaporkan perkembangan program itu kepada Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Jenderal Kemenhan RI Mayjen TNI Tri Budi Utomo.

“Intinya dalam program ini, Indonesia khususnya industri pertahanan nasional harus dapat manfaat yang maksimal,” kata Gita Amperiawan saat dihubungi di Jakarta, Jumat, menjawab pertanyaan mengenai isi pertemuan di Kemenhan.

PT DI, dalam program KFX/IFX, merupakan industri pertahanan yang ditunjuk Pemerintah Indonesia sebagai penerima manfaat ofset (IIP) dari pembuatan prototipe jet tempur KF-21 Boramae.

Plt. Sekjen Kemenhan RI, dalam siaran resmi Kemenhan RI yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, menyebut dia bakal segera melaporkan ke pimpinan mengenai kemajuan program KFX/IFX.

“Terima kasih Bapak Gita, kami sudah mendapat masukannya semua dan nanti akan kami laporkan segera. Mudah-mudahan mendapatkan tanggapan yang positif,” kata Plt. Sekjen Kemenhan ke Dirut PT DI dalam pertemuan itu.

Kementerian Pertahanan RI sebagai wakil Pemerintah RI menyesuaikan kontribusi dananya terhadap proyek kerja sama membangun pesawat tempur KF-21 buatan Korea Aerospace Industries (KAI) dengan Pemerintah Korea Selatan. Kontribusi yang diberikan Indonesia pun terhadap proyek KFX/IFX itu saat ini sebesar 600 miliar won atau sekitar Rp6,95 triliun dari komitmen awal sebesar 1,6 triliun won atau sekitar Rp18,5 triliun.

Terkait penyesuaian itu, Gita menyebut PT DI saat ini fokus mempersiapkan kemampuannya untuk ikut terlibat dalam produksi massal pesawat tempur generasi 4.5 KFX/IFX KF-21 Boramae.

“Harus ada keseriusan ke depan kita punya kemampuan di bidang produksi fighter (pesawat tempur). Jadi, apapun programnya di berbagai macam ofset, tujuannya cuma satu, bagaimana PT DI mampu ke depannya membangun fighter,” kata Gita Amperiawan saat ditemui di kantornya, Bandung, Jawa Barat, 27 September 2024.

Dia melanjutkan PT DI membidik untuk terlibat dalam perakitan akhir, uji terbang, sertifikasi, kemudian pemeliharaan dan perbaikan (MRO) jet tempur KF-21 Boramae hasil kerja sama RI-Korea Selatan (KFX/IFX) manakala prototipe pesawat itu masuk tahap produksi massal.

“PT DI itu sedang menyiapkan untuk mampu. Itu yang pertama. Kedua, PT DI perlu menyusun semua capaian-capaian dengan biaya itu sehingga biaya yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah untuk program KFX ini memang bermanfaat (worthy). Pertanggungjawaban kami kepada bangsa dari belanja anggaran untuk KFX ini sedang kami siapkan,” kata Gita Amperiawan.

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan RI Brigjen TNI Edwin Adrian Sumantha saat ditanya mengenai ofset KFX/IFX yang diterima Indonesia setelah penyesuaian kontribusi itu menyebut Pemerintah RI saat ini berunding soal kerja sama alih teknologi proyek kerja sama pembuatan pesawat tempur itu setelah adanya penyesuaian.

“Ada beberapa alih teknologi (ToT) akan didapatkan dari kerja sama pengembangan bersama pesawat tempur KFX/IFX, yaitu kemampuan produksi bagaimana mendesain, membangun pesawat tempur, membuat beberapa komponen meliputi sayap, ekor, beberapa bagian body belakang pesawat, dan beberapa pylon/adapter untuk persenjataan dan sensor, melakukan final assembly (perakitan akhir), uji terbang, dan re-sertifikasi untuk pesawat IFX,” kata Karo Humas Setjen Kemhan RI saat dihubungi di Jakarta pada 20 Agustus 2024.

Dia melanjutkan ToT yang diincar Pemerintah Indonesia dalam proyek gabungan itu juga terkait kemampuan operasi dan pemeliharaan, yang mencakup integrated logistics support, perawatan pesawat tempur KFX/IFX, pengembangan sistem latihan untuk pilot dan teknisi, serta kemampuan untuk menyelesaikan masalah (troubleshooting) saat operasional.

“Kemudian, kemampuan modifikasi dan upgrading, yaitu melakukan desain integrasi dan re-sertifikasi unique requirement berupa drag chute, eksternal fuel tank, dan air-refueling, serta melakukan integrasi sistem persenjataan baru, avionik, sensor, dan elektronik,” sambung Edwin.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024