Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melakukan penyidikan terkait asal sampah yang disalurkan ke tempat pembuangan akhir (TPA) ilegal yang beroperasi di Kelurahan Limo, Depok, Jawa Barat.

Berbicara dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang tengah dalam proses pemisahan sebagai KLH dan Kemenhut, Rasio Ridho Sani menyebut sudah mengamankan tersangka J sebagai pengelola TPA ilegal di Depok dan mendalami sumber-sumber sampah di lokasi itu.

Baca juga: KLH akan lakukan penertiban TPA sampah tidak berizin secara bertahap

"Terkait asal dari mana sumber sampah itu sedang kami dalami, kami sudah berbicara dengan kepala penyidik untuk mendalami dari mana sumber sampah itu," kata Dirjen Gakkum, Rasio Ridho Sani.

Dia menjelaskan bahwa TPA ilegal itu berada di lahan seluas 3,75 hektare dan beroperasi sejak 2022. Menurut laporan warga, keberadaan TPA tidak berizin itu diduga mencemari lingkungan dan sering kali membakar sampah secara terbuka atau open burning yang berkontribusi terhadap memburuknya kualitas udara di wilayah sekitar.

Warga sekitar TPA ilegal itu juga melaporkan merasakan dampak negatif, termasuk mengalami gangguan pernapasan seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan sempat terjadi longsor.

"Apabila kami menemukan adanya indikasi keterlibatan pelaku usaha, tentu kami akan lakukan juga penyidikan, karena mereka adalah pihak yang juga terlibat di dalam tindak pidana ini," tegasnya.

Baca juga: Menteri LH pastikan cari sumber yang mengirim sampah ke TPA liar

Baca juga: DLHK Depok tutup TPA sampah liar di Limo


Hal itu sesuai arahan Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, yang dalam inspeksi mendadak pada 4 November lalu telah melakukan penyegelan dan penghentian operasi TPA ilegal di Limo.

Penindakan tegas terhadap pengelola TPA ilegal tersebut diharapkan Rasio dapat memberikan pembelajaran bagi pelaku-pelaku lain. Tersangka J, yang tengah ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Pusat, terancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar karena aksinya.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024