Jakarta (ANTARA News) - Sanksi yang dijatuhkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) kepada Korea Utara (Korut) terkait dengan kegiatan uji coba senjata nuklir dinilai tidak cukup efektif untuk mematikan ambisi Korea Utara.
"Sanksi tersebut tidak efektif karena menurut Korut apa yang dilakukan negara-negara besar itu bias. Yang dituntut Korut adalah keadilan sedangkan yang diinginkan Amerika Serikat (AS) adalah pergantian rezim," kata pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia Hariyadi Wiryawan di Jakarta, Senin.
Menurut dia, sanksi yang diberikan DK-PBB tidak akan ada gunanya karena Korut dipastikan tetap tidak akan kembali ke perundingan.
"Kecil kemungkinan Korut akan menyerah dan berunding. Sifat Korut itu kalau makin ditekan maka akan makin keras," katanya.
Sikap Korut itulah yang kini tengah diikuti oleh Iran terkait dengan program nuklir, suatu kekerasan hati yang akan menang melawan dunia internasional, katanya.
"Korut menolak perundingan karena dia merasa diadili dalam perundingan itu, jadi ini semua lebih pada masalah substansi bukan cara. Korut merasa dia diperlakukan tidak adil karena dunia bereaksi dengan cara yang berbeda pada kasus Israel ataupun India," katanya.
Oleh karena itu menurut dia, seharusnya Cina dan Rusia diberi peran lebih untuk dapat membujuk Korut kembali ke perundingan enam pihak --Korut, Korea Selatan, Cina, Rusia, Amerika Serikat-- tanpa melalui kekerasan.
Hariyadi juga mengatakan bahwa Korut tidak mungkin akan jatuh dengan adanya sanksi itu.
"Korut akan tetap bertahan, setidaknya dibatas minimal karena Cina dan Rusia tidak mungkin membiarkan Korut jatuh," ujarnya.
Cina dan Rusia berkepentingan atas Korut karena jika rezim jatuh maka otomatis Korut akan jatuh ke Korea Selatan yang berarti jatuh ke Amerika Serikat (AS), katanya.
"Cina berada di belakang Korut terutama demi kepentingannya, tidak mungkin Cina membiarkan ada pasukan AS di seberang perbatasannya bukan," ujar Hariyadi.
Hariyadi menilai, kecil kemungkinan Korut akan jatuh karena seperti halnya Myanmar, Korut telah memiliki kemampuan untuk bertahan sekalipun terisolasi.
Saat ditanya mengenai peran Indonesia, Hariyadi berpendapat, Indonesia seharusnya dapat memiliki peranan lebih jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak membatalkan kunjungannya ke Korut beberapa bulan lalu setelah uji coba misil yang dilakukan Korut.
"Sekarang hubungan kita dengan Korut parah jadi tidak mudah agar suara kita didengar Korut," ujarnya.
DK-PBB yang beranggotakan 15 negara itu akhir pekan lalu dengan suara bulat menyetujui sebuah resolusi yang menyerukan sanksi-sanksi luas terhadap Korut atas ujicoba nuklirnya.
Resolusi PBB itu juga menuntut pemusnahan semua senjata nuklir Korut, senjata pemusnah massal dan rudal balistik, dan mengenakan larangan bepergian terhadap para pejabat yang bekerja di program senjata senjata itu.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006