Jakarta (ANTARA News) - Tim saksi pasangan calon Prabowo Subianto-Hatta Rajasa "walk-out" atau keluar dari proses Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Nasional di Gedung KPU Pusat Jakarta, Selasa siang, karena menilai KPU salah melaksanakan kebijakan untuk pemungutan suara ulang.
"Hari ini, kami menyampaikan keprihatinan yang sangat dalam terhadap proses demokrasi yang kita inginkan berkualitas dan berintegritas. Tetapi, ternyata dari sekian lama proses rekapitulasi, kami menemukan banyak sekali kecurangan. Jadi, kami menolak proses rekapitulasi yang ada di KPU ini," kata salah satu anggota tim saksi Yanuar Arif Wibowo usai meninggalkan ruang sidang di lantai 2 Gedung KPU Pusat Jakarta.
Dia menyebutkan 52.000-an Formulir C1 di tingkat tempat pemungutan suara (TPS) tidak valid karena diduga terjadi kecurangan dalam proses penghitungan suara.
"Kami menemukan 52.000 lebih Formulir C1 invalid, yang potensi pemilihnya sedikitnya 25 juta orang. Kami menolak proses rekapitulasi ini dan terus mengawal mandat dari rakyat melalui jalur yang disediakan," tambah dia.
Saksi Prabowo-Hatta, Rambe Kamarulzaman mengatakan pengunduran diri pasangan Prabowo-Hatta dan seluruh tim pemenangannya dalam proses Pilpres tersebut, karena KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu telah salah menjalankan tugas dan kebijakannya.
"Ini soal peraturan yang diberlakukan, kalau salah melaksanakan kebijakan saja itu sudah masuk pidana. Bawaslu sudah menyarankan dengan mengeluarkan rekomendasi untuk pemungutan suara ulang dan itu tidak dilaksanakan," ucap Rambe.
"Walk-out itu dilakukan saat berlangsung pembahasan sertifikat perolehan suara Pilpres di Provinsi DKI Jakarta.
Sebelumnya, Tim Pemenangan Prabowo-Hatta wilayah DKI Jakarta menilai hasil rekapitulasi suara Pilpres tingkat Provinsi DKI Jakarta cacat hukum apabila tetap dilakukan pengesahan.
Hal itu disebabkan pihaknya menemukan adanya indikasi kecurangan selama pelaksanaan pemungutan suara pada 9 Juli lalu.
Menurut Ketua Tim Pemenangan DKI Jakarta Muhammad Taufik, seharusnya KPU DKI Jakarta menjalankan dulu rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta yang minta adanya pengecekan indikasi pelanggaran di 5.802 TPS tersebut.
"Bawaslu jelas merekomendasikan KPU untuk melakukan kroscek lebih dulu terhadap 5.802 TPS yang terindikasi ada pelanggaran, tapi tidak dilakukan dan malah mau melakukan rekapitulasi. Kalau tetap dilakukan rekapitulasi artinya hasilnya cacat hukum," ujar Taufik.
Taufik mengatakan Bawaslu merekomendasikan pengecekan terhadap 5.802 TPS lantaran di sana terindikasi adanya pelanggaran yakni adanya warga luar TPS yang mencoblos di sana.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014