Jakarta (ANTARA News) - Sidang Majelis Etik Dewan Kehormatan Ikatan Advokad Indonesia (Ikadin) Jakarta Barat, Senin, memvonis Ali Mazi tidak bersalah melanggar kode etik advokat terkait kasus perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Hilton. Selain memvonis Ali Mazi tidak bersalah, majelis yang dipimpin pengacara senior Kamal Firdaus tersebut juga menghukum pengacara Amor Tampubolon selaku pengadu untuk membayar seluruh biaya yang dikeluarkan dalam persidangan tersebut sebanyak Rp50 juta. "Majelis Etik Dewan Kehormatan memutuskan menolak pengaduan Amor Tampubolon sekaligus menyatakan teradu (Ali Mazi-red) telah menjalankan profesinya selaku advokat sesuai dengan UU Advokat dan Kode Etik Advokat," kata Kamal yang juga dosen hukum di sejumlah perguruan tinggi tersebut. Menanggapi putusan tersebut, Ali Mazi yang kini non-aktif dari praktik kepengacaraan karena menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara mengaku puas karena yakin ia tidak bersalah. Ia menegaskan, ketika mengajukan perpanjangan HGB Hotel Hilton dirinya benar-benar dalam kapasitas sebagai pengacara dan bertindak sesuai kewenangan yang diberikan kepadanya. Sementara itu Amor juga mengaku tidak akan banding ke tingkat Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ikadin meski putusan tersebut mengalahkan dirinya. "Saya melakukan ini bukan untuk menang atau kalah tetapi semata-mata demi kepentingan profesi," katanya. Dengan putusan tidak bersalah itu, Ali Mazi mengaku memiliki modal untuk menghadapi persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait kasus perpanjangan HGB Hotel Hilton. "Putusan Majelis Etik ini akan saya masukkan dalam eksepsi saya nanti," katanya. Dikatakannya, sesuai UU No/18/2003 tentang Advokat, seorang pengacara tidak dapat dikenakan tuntutan pidana atau perdata ketika sedang menjalankan profesinya. Kalaupun dinilai atau diduga melakukan pelanggaran, maka Dewan Kehormatan merupakan institusi yang paling berhak menyidangkannya. Ali Mazi lantas membandingkan dengan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang jenderal polisi mantan Kepala Polda Sulawesi Tengah. Dikatakannya, kasus tersebut pun disidangkan oleh Majelis Etik Kepolisian, bukan oleh pengadilan umum. Sidang dugaan pelanggaran kode etik advokat oleh Ali Mazi pertama kali digelar pada 22 September 2006. Pada sidang pertama Ali Mazi tidak hadir. Oleh pengadu, tindakan Ali Mazi memperpanjang HGB Hotel Hilton dinilai telah melanggar kode etik dan dianggap mempermalukan profesi advokat. Saat itu Ketua DPC Ikadin Jakarta Barat Mochammad Amin menegaskan, jika tiga kali persidangan berturut-turut Ali Mazi tidak hadir maka dia otomatios akan dinyatakan bersalah. Sanksi yang bisa dikenakan terhadap pelanggaran kode etik mulai dari peringatan hingga pencabutan izin praktik kepengacaraan. Putusan Majelis Etik tersebut setebal 35 halaman karena berisi berbagai pertimbangan hukum dari berbagai sumber, termasuk dari sejumlah literatur dan pendapat ahli hukum. Karena tebalnya putusan, maka pembacaannya dilakukan secara bergantian oleh Kamal dan empat anggota majelis lainnya. "Kami sangat serius menyidangkan pengaduan dugaan pelanggaran kode etik advokat ini. Karena itu kami menggunakan berbagai literautur dalam pertimbangan putusan ini, termasuk pendapat sejumlah ahli hukum," kata Kamal seraya berharap putusan itu bisa menjadi acuan pada kasus-kasus serupa.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006