Yang menarik adalah Polri kini memiliki payung hukum dalam melakukan pencegahan korupsi. Meski tidak sekuat UU sebagaimana KPK berwenang melakukan pencegahan, dengan adanya perpres itu Polri kini memiliki senjata baru. Senjatanya memang kalah dengan institusi semisal KPK, namun yang paling penting adalah orang di balik "senjata" itu.
Perpres ini sudah memenuhi kebutuhan minimal bagi Polri untuk melakukan pencegahan korupsi dengan memiliki landasan hukum yang kuat.
Melihat perjalanan Satgas Pencegahan Korupsi yang sudah berjalan 3 tahun dan pembentukan Kortastipidkor, maka Polri diyakini akan langsung bekerja cepat dan tidak membutuhkan banyak waktu untuk penyesuaian di Kortastipidkor. Satgassus dan Direktorat Tipikor yang berada di bawah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) akan melebur ke dalam Kortastipidkor
Apalagi, jika nantinya 44 ASN eks karyawan KPK bertugas di Kortastipidkor maka Polri diyakini bakal langsung tancap gas mencegah korupsi.
Polri sebaiknya mengoptimalkan peran pencegahan korupsi dibandingkan dengan melakukan penindakan atau penangkapan. Biarlah lembaga lain yang lebih dulu eksis yang melakukan penindakan.
Polri seharusnya bermain di "kolam" lain dalam pemberantasan korupsi. Yang tangkap-tangkap koruptor biarlah didominasi KPK atau kejaksaan.
Ada satu "kolam" yang belum dioptimalkan oleh KPK dan kejaksaan yakni bidang pencegahan. Di "kolam" inilah Polri bisa membuktikan sebagai bagian utama dalam pemberantasan korupsi bidang pencegahan.
Dengan dibentuknya Kortastipidkor itu diharapkan Polri ikut menjadi bagian peran utama dalam pemberantasan korupsi. Taji Polri, yakni Kortastipidkor, telah lahir dan seharusnya bisa menjadi senjata ampuh dalam pemberantasan korupsi bidang pencegahan.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024