Candi Kalasan merupakan peninggalan candi Budha tertua di Yogyakarta, diperkirakan dibangun pada abad ke-8 Masehi atau pada tahun 778 M. Terletak di daerah Kalibening, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta, candi ini juga dikenal sebagai Candi Bening.
Pembangunan Candi Kalasan dilakukan secara bersamaan antara masa kerajaan Hindu dan Buddha. Bangunan ini didirikan oleh raja beragama Hindu (Dinasti Sanjaya) atas permintaan elite Buddhis (Dinasti Sailendra).
Candi Kalasan dibangun atas titah dari Rakai Panangkaran yang merupakan raja kedua Kerajaan Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya. Keterangan mengenai Candi Kalasan dimuat dalam Prasasti Kalasan berbahasa Sanskerta berhuruf Pranagari yang berangka tahun 700 Saka (778 Masehi).
Di dalam prasasti Kalasan itu disebutkan tentang diperingatinya jasa Sri Maharaja Dyah Pancapana Panamkarana yang telah membangun sebuah bangunan suci bagi Dewi Tara, seorang Dewi dalam agama Buddha Mahayana, serta memuat area dewi yang kemudian ditakhtakan di dalam kuil tersebut, dinamakan Tarabhawana yang kini diyakini sebagai Candi Kalasan.
Selain itu, di dalam prasasti Kalasan juga disebutkan tentang pendirian tempat tinggal bagi para pendeta dengan menghibahkan Desa Kalasan kepada para Sangha. Di dalam prasasti tersebut, baik kuil Dewi Tara maupun asrama disebut sebagai Wihara, dilansir dari laman Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penyebutan asrama bagi para sangha dalam prasasti Kalasan ini diyakini sebagai bangunan Candi Sari yang berada 500 meter di sisi timur laut Candi Kalasan.
Candi Kalasan didirikan dengan menggunakan bahan batu andesit, memiliki bangunan yang berbentuk menyerupai bujur sangkar dengan empat pintu di empat sisi candi dengan pintu di sebelah timur sebagai pintu utama. Di Candi Kalasan terdapat banyak sekali stupa, kurang lebih terdapat 52 stupa mengitari batur (selasar) candi.
Di dalam ruang utama candi ini terdapat susunan batu bertingkat yang dahulu merupakan tempat meletakkan patung Dewi Tara yang terbuat dari perunggu diperkirakan setinggi sekitar enam meter. Menempel pada dinding barat, di belakang susunan batu tersebut terdapat semacam altar pemujaan.
Candi Kalasan memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan candi lain di Indonesia, yaitu adanya sebuah batu berbentuk setengah lingkaran tepat di depan tangga sisi Timur. Batu itu disebut moonstone (batu bulan), yang lazim terdapat pada kuil-kuil Buddha di India Selatan.
Selain itu, Candi Kalasan juga memiliki pahatan ornamen yang dibuat dengan halus, salah satu yang khas ini relief motif berupa ceplok bunga atau dedaunan.
Salah satu yang menjadi keunikan dari Candi Kalasan, di mana relief dinding luar candi ini dihiasi dengan lapisan semen kuno bernama bajralepa/vajralepa. Biasanya semen yang berfungsi sebagai perekat menggunakan bahan kimia, namun semen kuno yang ditemukan di Candi Kalasan terbuat dari bahan alami.
Semen kuno ini juga berfungsi untuk melindungi candi dari lumut atau jamur dan sebagai lapisan kedap air. Lapisan bajralepa/vajralepa menjadikan bangunan candi ini sangat indah dengan warnanya yang kuning keemasan. Penggunaan bajralepa/vajralepa pada bangunan candi ini hanya dijumpai di Candi Kalasan dan Candi Sari.
Hingga sekarang, Candi Kalasan masih digunakan sebagai tempat pemujaan bagi penganut ajaran Buddha, terutama aliran Buddha Tantrayana dan pemuja Dewi Tara.
Selain itu, bangunan Candi Kalasan juga dimanfaatkan sebagai salah satu objek wisata Yogyakarta. Untuk harga tiket masuk tempat wisata Yogyakarta ini, tarifnya mulai dari Rp5.000 per orang.
Baca juga: BPCB Yogyakarta teliti umur "jati pendem" Kalasan
Baca juga: Candi Kalasan alami pelapukan
Baca juga: Sejarah Candi Gedong Songo, wisata budaya favorit di Semarang
Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024