Candi Singosari diduga telah dibangun sejak sekitar tahun 1300 M. Pembangunan candi ini dibuat untuk menghormati Raja Kertanegara, raja terakhir dari Kerajaan Singhasari.
Hal ini berdasarkan dari ditemukannya prasasti batu berangka tahun 1273 Saka (1351 Masehi) yang memberitakan pembangunan candi ini didedikasikan kepada Raja Kertanegara. Sosok yang membangun candi tersebut, yakni Mahamantri Mukya Rakryan Mapatih Mpu Mada.
Candi ini dibangun sebagai simbol untuk menghormati kebesaran raja Kertanegara yang gugur akibat penghianatan dan pemberontakan oleh tentara Gelanggelang yang dipimpin oleh Jayakatwang.
Berdasarkan penelitian J.L.A Brandes, H.L. Leydie Melville, dan J. Kneebel yang menerbitkan buku pada tahun 1909, candi ini dibangun atas keputusan Dewan Pertimbangan Agung (Battara Sapta Prabu) dan perintah Tribhuwana Wijayatunggadewi pada Mahapatih Gajah Mada.
Candi Singosari ditemukan oleh Nicolaus Engelhard, orang Belanda yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Pantai Timur Laut Jawa sejak 1801-1803 di Semarang. Saat melakukan darat ke daerah Malang, Jawa Timur, dia menemukan reruntuhan bangunan yang dikenal sebagai Candi Singosari.
Candi Singosari memiliki gaya arsitektur unik, bangunannya bergaya menara bentuk menyerupai limas, tersusun atas batu andesit yang disusun dari bawah hingga ke atas lalu dipahat dengan bagian atas lebih kecil dari bagian bawah candi.
Bagian-bagian candi seperti batur (pondasi), kaki candi, tubuh candi dan atap memiliki fungsi yang berbeda-beda kegunaannya. Pada bagian Batur berfungsi sebagai pondasi yang menjadi tonggak berdirinya Candi Singosari.
Kaki Candi Singosari menjadi ruangan relung-relung yang ada disini. Selain itu, terdapat arca Resi Agastya yang dipercaya sebagai penyebar agama hindu dari India ke tanah Jawa. Atap keempat lorong pada kaki candi dihias dengan atap membumbung yang bernama prasadha.
Pada badan candi hanya berupa ruang kosong, ini untuk menghormati roh-roh suci di Candi Singosari. Sedangkan pada bagian puncak candi ini disediakan persemayaman para dewa dewi yang dianut oleh agama Hindu-Budha. Jika dilihat dari jauh Candi Singosari mencerminkan Mahameru, gunung suci yang dikelilingi empat gunung kecil.
Relief yang terukir pada Candi Singosari sebagian besar berbentuk bunga-bunga, binatang dan pahatan wajah-wajah seram yang disebut Muka Kala atau Kirti Murka, berfungsi sebagai pengusir roh-roh jahat yang akan datang membawa bencana terhadap Candi Singosari.
Arca di dalam Candi Singosari kini hanya tersisa Agastya dalam kondisi rompal terletak di relung sebelah selatan. Arca digambarkan sebagai sosok tua berjenggot, berperawakan gemuk, berpenampilan seperti resi dengan membawa trisula, tasbih serta kendi.
Mengenai arca lain di Candi Singosari, pada tahun 1804 Masehi Nicolaus Engelhard memindahkah enam arca dari kawasan percandian di Singosari ke Surabaya guna dikirim ke Museum Leiden di Belanda.
Arca tersebut antara lain Siwa Bhairawa, Durga Mahisasuramardhini, Ganesha, Nandiswara, Mahakala dan Lembu Nandini. Setelah kejadian tersebut masyarakat segera menjauhkan arca-arca yang tersisa dari tangan Belanda dimasukkan ke dalam hutan lebih jauh.
Pada 2023, Arca Durga, Mahakala, Nandishvara, dan Ganesha peninggalan Kerajaan Singhasari dari Belanda telah kembali ke Tanah Air di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.
Keempat arca tersebut merupakan bagian dari 472 artefak berharga hasil proses pemulangan kembali atau repatriasi benda sejarah dan budaya dari Belanda ke Indonesia oleh Kemendikbudristek.
Adapun untuk mengunjungi tempat wisata sejarah di Malang, Jawa Timur ini, tidak ada biaya tiket masuk yang dikenakan. Namun, disarankan wisatawan memberikan uang sukarela.
Baca juga: Mengenal Candi Sewu, terbesar kedua setelah Borobudur
Baca juga: Sejarah Candi Mendut
Baca juga: Asal usul Candi Cetho di lereng Gunung Lawu
Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024