Dalam bahasa Jawa, istilah "wayang wong" secara harfiah berarti "wayang orang," nama tersebut menjelaskan bahwa peran wayang yang biasanya dimainkan oleh boneka kayu digantikan oleh aktor-aktor manusia.
Seni ini berkembang di lingkungan kerajaan Jawa dan masih dapat dinikmati di beberapa tempat hingga saat ini, meskipun menghadapi tantangan di era modern.
Sejarah wayang wong
Wayang wong pertama kali diciptakan oleh Sri Susuhunan Amangkurat I pada tahun 1731 di Kerajaan Mataram. Berbeda dengan pertunjukan wayang kulit yang menggunakan boneka pipih dari kulit kerbau atau bahan lainnya, wayang wong memilih manusia sebagai pemeran utama dalam setiap cerita.
Para aktor ini mengenakan kostum khas seperti tokoh-tokoh dalam wayang kulit dan wajah mereka sering dihias atau dilukis untuk menyerupai karakter wayang jika dilihat dari samping.
Riasan ini membuat mereka tampil lebih ekspresif, menampilkan mimik yang menggambarkan emosi atau sifat karakter yang diperankan.
Wayang wong lahir sebagai bagian dari seni istana yang berfungsi tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai alat untuk menanamkan nilai-nilai budaya dan etika masyarakat Jawa pada masa itu.
Selama pertunjukan, para aktor harus menari, berakting, dan sering kali juga berdialog dalam bahasa Jawa klasik, memberikan kesan mendalam tentang keagungan dan estetika budaya Jawa.
Cerita yang diangkat
Cerita dalam pertunjukan wayang wong umumnya berasal dari dua epik besar India kuno, yaitu Mahabharata dan Ramayana. Kedua epos ini telah menjadi bagian penting dari kesenian wayang Indonesia karena mengandung nilai-nilai filosofis, moral, dan spiritual yang relevan dengan kehidupan masyarakat.
Dalam cerita Ramayana, misalnya, penonton bisa melihat perjuangan Rama melawan Rahwana untuk menyelamatkan Dewi Sinta yang diculik.
Sementara dalam kisah Mahabharata, sering kali yang diangkat adalah kisah pertempuran antara Pandawa dan Kurawa yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Pertunjukan ini sering kali diselingi dengan dialog, nyanyian, dan tarian yang menggambarkan emosi dan pesan moral dari cerita tersebut.
Selain itu, wayang wong juga menampilkan karakter punakawan yang berperan sebagai penghibur. Tokoh-tokoh punakawan, seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong, sering muncul di tengah cerita untuk memberikan humor dan membuat suasana lebih ringan.
Punakawan ini digambarkan sebagai representasi kawulo alit atau rakyat biasa yang berbicara jujur dan sering kali memberikan nasihat bijak. Mereka tidak hanya sekadar memberikan hiburan, tetapi juga menyampaikan pesan moral dan sindiran sosial yang relevan.
Unsur-unsur seni
Wayang wong menggabungkan berbagai unsur seni, seperti:
1. Seni tari
Wayang wong memiliki unsur tari yang sangat kental. Setiap karakter memiliki gerakan tarinya sendiri yang menunjukkan kepribadian dan peran mereka dalam cerita.
Tokoh ksatria misalnya, ia akan menari dengan gerakan yang gagah dan tegas, sementara tokoh raksasa menari dengan gerakan yang kasar dan kuat.
Tarian ini menjadi identitas dari karakter yang diperankan.
2. Seni rupa dan rias
Para pemain wayang wong mengenakan kostum yang serupa dengan tokoh dalam wayang kulit. Kostum ini dirancang untuk memberikan kesan megah dan menunjukkan kedudukan serta peran masing-masing karakter.
Selain itu, riasan pada wajah para pemain disesuaikan dengan karakter mereka, seperti wajah merah untuk tokoh raksasa atau wajah putih untuk tokoh ksatria.
3. Seni musik dan gamelan
Pertunjukan wayang wong diiringi dengan musik gamelan Jawa yang menambah nuansa dramatis dan emosional.
Gamelan memainkan peran penting dalam mengiringi setiap adegan dan emosi yang ditampilkan dalam cerita, dari ketegangan pertempuran hingga kelembutan percakapan.
Suara kendang, saron, gong, dan instrumen lainnya memberi suasana yang kaya dan mendalam.
4. Dialog dan nyanyian
Dialog dalam wayang wong biasanya disampaikan dalam bahasa Jawa klasik atau kromo inggil. Setiap dialog yang diucapkan oleh para tokoh dipenuhi dengan pepatah atau nasihat yang mengandung nilai-nilai kehidupan.
Terkadang, para pemain juga menyanyikan tembang-tembang Jawa yang berisi petuah atau puji-pujian kepada dewa-dewa dalam cerita.
Lokasi pertunjukan wayang wong saat ini
Meskipun wayang wong adalah seni yang sudah sangat tua, namun ternyata masih ada beberapa tempat di Indonesia yang terus menggelar pertunjukan ini sebagai bentuk pelestarian budaya.
Beberapa tempat yang masih aktif mengadakan pertunjukan wayang wong di antaranya adalah:
- Wayang Wong Bharata di kawasan Pasar Senen, Jakarta.
- Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta yang kerap menyelenggarakan pertunjukan budaya daerah.
- Taman Sriwedari di Surakarta, yang dikenal sebagai pusat pertunjukan seni Jawa.
- Ngesti Pandowo di Taman Budaya Raden Saleh, Semarang, yang terkenal dengan pertunjukan wayang wong-nya yang berkelas.
Tempat-tempat di atas menjadi saksi bahwa wayang wong masih memiliki tempat di hati masyarakat Indonesia, meskipun semakin tergerus oleh hiburan modern masa kini.
Tantangan
Wayang wong saat ini menghadapi banyak tantangan, terutama dari segi regenerasi dalang dan pemainnya. Minat generasi muda terhadap seni tradisional ini mulai menurun seiring dengan perkembangan teknologi dan hiburan yang lebih modern.
Selain itu, biaya produksi untuk pertunjukan wayang wong cukup besar karena melibatkan banyak pemain dan kostum yang rumit.
Namun, pemerintah dan beberapa komunitas budaya terus berusaha melestarikan wayang wong melalui berbagai cara, seperti lewat festival seni budaya yang menampilkan wayang wong, serta pendidikan seni di sekolah-sekolah, diharapkan dapat memperkenalkan wayang wong kepada generasi muda.
Pemerintah juga telah memasukkan wayang sebagai warisan budaya yang perlu dilestarikan, termasuk wayang wong sebagai salah satu variannya.
Meskipun menghadapi banyak tantangan di era modern, wayang wong tetap bertahan sebagai warisan budaya yang layak dilestarikan. Upaya pelestarian yang dilakukan oleh pemerintah dan komunitas budaya di berbagai daerah adalah langkah penting untuk menjaga agar wayang wong tetap hidup dan dapat dinikmati oleh generasi-generasi mendatang.
Baca juga: Menelisik jejak kesenian wayang golek
Baca juga: Kedalaman seni wayang diabadikan dalam sebuah buku
Baca juga: Guru Besar ISI ungkap perubahan dalam dunia wayang
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024